Berita

Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu dalam diskusi daring bertajuk Vonis Maksimal Tersangka Jiwasraya/Repro

Hukum

Soal Jiwasraya, Masinton Pasaribu: Kita Sebatas Menghukum Badannya, Tapi Belum Mampu Rampas Aset Ke Negara

KAMIS, 22 OKTOBER 2020 | 15:51 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Kasus megaskandal Jiwasraya yang kini masih berjalan di pengadilan menjadi bukti pengawasan terhadap perusahaan asuransi masih belum ketat. Oleh sebab itu, aparat berwenang dituntut harus benar-benar mengusut hingga tuntas.

"Ini harus diusut setuntasnya karena ini kejahatan. Pengawasan yang selama ini longgar juga harus diperketat," kata anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu dalam diskusi daring bertajuk 'Vonis Maksimal Tersangka Jiwasraya' yang diselenggarakan Ruang Anak Muda, Kamis (22/10).

Longgarnya pengawasan tersebut diakui politisi PDIP ini bisa diketahui dari runtutan kronologi kasus yang telah merugikan negara senilai Rp 16,8 triliun tersebut.

"Kalau dilihat track, ini kejadian dimulai 2008, baru meledak di tahu 2016 dan diumumkan gagal bayar tahun kemarin (2019). Ini menampakkan fungsi pengawasan yang seharusnya bagus, tapi ternyata tidak diminimalisir," kritiknya.

Pegawasan tersebut, kata Masinton, merupakan tugas dan tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar kasus serupa tak kembali terulang. Sebab menurut Masinton, saat ini sudah banyak indikasi kasus seperti Jiwasraya yang merugikan para nasabah.

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pengusutan kasus Jiwasraya. Di satu sisi, hukum harus hadir untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum.

"Di satu sisi lain, negara juga harus bisa memformulasika pengembalian aset dengan cepat, sehingga aset-aset bisa dikembalikan, dirampas negara untuk dikembalikan ke masyarakat. Selama ini, kita kan sebatas menghukum badannya, tapi belum mampu mengembalikan aset ke negara. Ini yang menjadi koreksi ke depan," tegasnya.

Hal itu penting lantaran menurut Masinton, kasus Jiwasraya telah berdampak luas. Dampak kasus Jiwasraya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi mulai menurun.

"Kasus ini juga mempengaruhi reputasi BUMN dan pemerintah di masa masyarakat," tutupnya.

Dalam diskusi tersebut, turut hadir pula aktivis KAMMI, Moh. Khanif Nasukha, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih, serta peserta dari kalangan mahasiswa.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Ini Kronologi Perkelahian Anggota Brimob Vs TNI AL di Sorong

Minggu, 14 April 2024 | 21:59

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Tersangka KPK

Selasa, 16 April 2024 | 07:08

Tim Kecil Dibentuk, Partai Negoro Bersiap Unjuk Gigi

Senin, 15 April 2024 | 18:59

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Mau Perang Tapi Kere, Bagaimana?

Senin, 15 April 2024 | 12:34

UPDATE

Kejagung Jangan Goyang Usut Kasus Timah

Rabu, 24 April 2024 | 14:05

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas KPK

Rabu, 24 April 2024 | 13:58

Nathan Diizinkan Kembali Membela Garuda Muda, Erick Thohir Berterima Kasih kepada Suporter

Rabu, 24 April 2024 | 13:54

Perindo Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran

Rabu, 24 April 2024 | 13:53

Senat AS Loloskan Paket Bantuan Rp1.535 Triliun untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Rabu, 24 April 2024 | 13:51

Prabowo: Saya Manusia dan Pernah Bikin Salah, Saya Minta Maaf

Rabu, 24 April 2024 | 13:46

Prabowo: Terima Kasih Pak Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 13:46

Anies Respons Sindiran Prabowo soal Senyuman Berat: Biasa Saja

Rabu, 24 April 2024 | 13:45

Ratu Adil Ajak Seluruh Elemen Bangsa Lakukan Rekonsiliasi Nasional

Rabu, 24 April 2024 | 13:29

Pemerintah Australia Resmikan Fase Baru Program Investing in Women di Jakarta

Rabu, 24 April 2024 | 13:26

Selengkapnya