Berita

Ekonom senior DR. Rizal Ramli/Net

Politik

Rizal Ramli: Era Gus Dur Regulasinya Biasa Aja, Tapi Ekonomi Tumbuh Dari Minus 3 Persen Ke 4,5 Persen

RABU, 21 OKTOBER 2020 | 08:13 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Cara meningkatkan daya beli masyarakat menjadi faktor penting dalam mendongkrak laju ekonomi di Indonesia, bukan sebatas membuat regulasi baru.

Setidaknya pesan itu yang disampaikan ekonom senior DR. Rizal Ramli dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne bertajuk “Setahun Jokowi-Maruf: Dari Pandemi sampai Demonstrasi”, Selasa (20/10).

Mulanya, Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu mengurai dampak buruk dari kebiasaan pemerintah berutang. Utang pemerintah sudah sangat besar, sehingga untuk membayar bunganya saja harus meminjam lagi.


"Setiap pemerintah menerbitkan SUN (surat utang negara), dana publik tersedot. Setiap kali pemerintah menerbitkan SUN, sepertiga likuiditas tersedot,” terangnya.

Tidak hanya itu, utang tersebut juga berdampak pada pertumbuhan kredit yang memble di angka 6 persen. Padahal kalau situasi normal, laju pertumbuhan kredit harus di angka 15 persen.

“Oktober hanya 3 persen. Jadi tidak ada likuiditas. Itu lah yang memukul daya beli, bukan hanya regulasi,” tegasnya.

Rizal Ramli paham bahwa regulasi juga penting dan keberadaan birokrat “brengsek” yang memeras pengusaha memang harus dibenahi. Tapi hal tersebut bukan satu-satunya kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi.

Dia lantas mencontohkan prestasi ekonomi era Gus Dur. Di mana ekonomi bisa melesat lebih dari 7 persen hanya dalam hitungan 21 bulan. Padahal, tidak ada konsen membenahi regulasi.

“Saya era Gus Dur regulasi biasa-biasa saja. Ekonomi masuk. Kita minus 3 persen, 21 bulan kita naikin ke 4,5 persen,” jelasnya.

Beragam cara dilakukan pemerintah kala itu. Bahkan, Rizal Ramli meminta Moeldoko mengingat bahwa gaji ABRI sempat dinaikan 125 persen era Gus Dur. Selain itu, masalah kredit usaha juga dibenahi sehingga retail bisa hidup.

“Poin saya adalah, betul kita paling brengsek dalam regulasi, tapi apakah solusinya bikin UU 900 halaman. Nanti bikin PP-nya ada 500 halaman. Siapa bisa baca itu,” tanyanya.

“Yang ada nanti pengusaha mau masuk Indonesia harus sewa lawyer untuk pelajari UU-nya,” demikian Rizal Ramli.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya