Berita

Diskusi Aktivis Penggiat Demokrasi/Ist

Politik

Ingatkan Presiden Jokowi, Aktivis 98: Demokrasi Bukan Gratis, Tapi Lahir Dari Air Mata Dan Darah Rakyat

SELASA, 20 OKTOBER 2020 | 20:18 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Aktivis Penggiat Demokrasi yang terdiri dari aktivis 1998 mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa sistem demokrasi yang terjadi di Indonesia tidak didapat secara gratisan, kebebasan dalam demokrasi lahir dari hasil perjuangan, air mata dan darah rakyat yang tumpah untuk menegakanya.

Demikian yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Agus Jabo dalam diskusi bertajuk “Selamatkan Demokrasi Bebaskan Aktivis Demokrasi” di Kopi Politik, Jalan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa (20/10).

Hadir dalam diskusi tersebut antara lain Anton Forbes, Firman Tendry, Agus Rihat Manalu, Satyo Purwanto dan Eki.


“Dan Jokowi itu lahir dari rahim demokrasi, dan demokrasi ini berdiri tegak bukan gratisan itu hasil perjuangan baik nyawa, air mata dan darah yang tumpah.  Jokowi-Maruf tidak boleh melawan demoktasi sebagai ibu kandung,” kata Agus Jabo.

Agus mengingatkan, posisi Presiden Joko Widodo dimata rakyat cukup megkhawatirkan. Pasalnya, hasil dari survei Litbang Kompas sebesar 54,4 persen rakyat Indonesia tidak puas terhadap penegakan hukum di era Presiden Jokowi.

“Ini situasi yang berbahaya,” tekan Agus.

Sementara itu, Satyo Purwanto menambahkan, adanya UU ITE yang saat ini kerap digunakan oleh aparat untuk melakukan penangkapan terhadap mereka yang berbeda pendapat dinilai wujud pemerintahan otoriter, karena kehidupan berdemokrasi yang diperjuangkan 20 tahun yang lalu terancam.

Dengan UU ITE, sambung Komeng, pemerintah menjadikannya sebagai penjamin kekuasaan karena mengeksploitasi, memanipulasi dan memonopoli kebenaran atas nama sepenggal UU yang bernama ITE.

Komeng berpendapat, penangkapan terhadap aktivis senior Pro Demokrasi Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat menjadi catatan sejarah buruk pasca Indonesia keluar dari sistem otoriter.

Nilai demokrasi, sebut aktivis yang akrab disapa Komeng itu merupakan sebuah penghormatan tertinggi bagi hak asasi dan penghargaan terhadap kemanusian oleh bangsa-bangsa beradab.

“Kita khawatir jika aktivis yang kritis seperti Jumhur dan Syahganda ini ditangkap, maka ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang sama-sama kita perjuangkan puluhan tahun lalu,” demikian Komeng

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya