Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Departemen Keuangan AS Jatuhkan Sanksi Pada 18 Bank Besar Iran, Eropa Pun Kena Imbas

JUMAT, 09 OKTOBER 2020 | 09:34 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Jelang pemilihan presiden AS yang tinggal beberapa pekan, Washington terus meningkatkan tekanan pada Teheran. Terbaru, pemerintah Trump kembali memberikan sanksi bear-besaran pada sektor keuangan Iran dengan menargetkan 18 bank dalam upaya untuk lebih menghambat pendapatan negara itu.

Ke-18 bank tersebut antara lain: Amin Investment Bank, Bank Keshavarzi Iran, Bank Maskan, Bank Refah Kargaran, Bank-e Shahr, Eghtesad Novin Bank, Gharzolhasaneh Resalat Bank, Hekmat Iranian Bank, Iran Zamin Bank, Karafarin Bank, Khavarmianeh Bank, Mehr Iran Credit Union Bank, Pasargad Bank, Saman Bank, Sarmayeh Bank, Tosee Taavon Bank, Tourism Bank dan Islamic Regional Cooperation Bank.

Pemerintahan Trump tidak mencantumkan tuduhan khusus terhadap sebagian besar bank itu, namun menyatakan bahwa seluruh sektor keuangan Iran dapat digunakan untuk mendukung program nuklir dan "pengaruh regional yang merusak."

Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan bahwa tindakan tersebut akan berlanjut sampai Iran menghentikan dukungannya terhadap teroris.
 
"Program sanksi kami akan berlanjut sampai Iran menghentikan dukungannya terhadap kegiatan teroris dan mengakhiri program nuklirnya," kata Mnuchin dalam sebuah pernyataan.

"Tindakan hari ini akan terus memungkinkan transaksi kemanusiaan untuk mendukung rakyat Iran."

Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa larangan tersebut tidak berlaku untuk transaksi penjualan komoditas pertanian, makanan, obat-obatan atau peralatan medis ke Iran, dengan mengatakan pihaknya memahami kebutuhan barang-barang kemanusiaan.

Namun, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Amerika Serikat menargetkan kemampuan Iran untuk membayar kebutuhan dasar selama pandemi Covid-19.

“Rezim AS ingin meledakkan saluran kami yang tersisa untuk membayar makanan dan obat-obatan. Bersekongkol untuk membuat penduduk kelaparan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya Zarof di Twitter seperti dikutip dari AFP, Jumat (9/10).

Gubernur Bank Sentral Iran Abdolnaser Hemmati menolak sanksi tersebut sebagai propaganda politik dan mengecilkan dampak praktisnya.

"Daripada memiliki efek ekonomi, langkah Amerika adalah untuk propaganda domestik AS dan tujuan politik, dan menunjukkan kepalsuan hak asasi manusia dan klaim kemanusiaan dari para pemimpin AS," kata Hemmati dalam sebuah pernyataan.

Para analis mengatakan sanksi sekunder dapat semakin menghalangi bank-bank Eropa dan asing lainnya untuk bekerja sama dengan Iran, bahkan untuk transaksi kemanusiaan.

"Ini seperti pukulan di wajah bagi orang Eropa, yang telah berusaha keras untuk menunjukkan kepada Amerika bahwa mereka memandangnya sebagai sangat mengancam bantuan kemanusiaan atau perdagangan kemanusiaan ke Iran," kata Elizabeth Rosenberg dari Center for sebuah wadah pemikir Keamanan Amerika Baru.

"Mereka juga ingin mempersulit presiden masa depan mana pun untuk dapat melepaskan langkah-langkah ini dan terlibat dalam diplomasi nuklir," tambah Rosenberg, menyinggung kemungkinan bahwa kandidat Demokrat Joe Biden dapat mengalahkan Presiden Republik Donald Trump di 3 November AS pemilihan.

Biden, yang menjadi wakil presiden ketika pemerintahan Obama merundingkan perjanjian nuklir, mengatakan dia akan bergabung kembali dengan kesepakatan itu jika Iran terlebih dahulu kembali mematuhinya.

Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat sejak Trump secara sepihak menarik diri pada tahun 2018 dari kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dibuat oleh pendahulunya dan mulai memberlakukan kembali sanksi AS yang telah dikurangi berdasarkan perjanjian tersebut.

Sanksi yang telah diberlakukan kembali oleh Trump mulai dari penjualan minyak hingga pengiriman dan aktivitas keuangan. Meskipun mereka mengecualikan makanan, obat-obatan, dan persediaan kemanusiaan lainnya, banyak bank asing sudah terhalang untuk berbisnis dengan Republik Islam - termasuk untuk kesepakatan kemanusiaan.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Eko Darmanto Bakal Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Rp37,7 M

Senin, 06 Mei 2024 | 16:06

Fahri Hamzah: Akademisi Mau Terjun Politik Harus Ganti Baju Dulu

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Pileg di Intan Jaya Molor Karena Ulah OPM

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Gaduh Investasi Bodong, Pengamat: Jangan Cuma Nasabah, Bank Juga Perlu Perlindungan

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Tertinggi dalam Lima Tahun, Ekonomi RI di Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Parnas Tak Punya Keberanian Usung Kader Internal jadi Cagub/Cawagub Aceh

Senin, 06 Mei 2024 | 15:45

PDIP Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub Jakarta 8 Mei 2024

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Dirut Pertamina: Kita Harus Gerak Bersama

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Banyak Pelanggan Masih Pakai Ponsel Jadul, Telstra Tunda Penutupan Jaringan 3G di Australia

Senin, 06 Mei 2024 | 15:31

Maju sebagai Cagub Jateng, Sudaryono Dapat Perintah Khusus Prabowo

Senin, 06 Mei 2024 | 15:24

Selengkapnya