Berita

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar/Net

Hukum

Jokowi Tidak Bisa Intervensi Penegak Hukum, Tapi Bisa Copot Kapolri Dan Jaksa Agung

JUMAT, 18 SEPTEMBER 2020 | 19:11 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

RMOL. Presiden Joko Widodo bisa mencopot Kapolri dan Jaksa Agung jika banyak laporan masyarakat atas kinerja penegak hukum yang jelek.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, di Indonesia terbagi atas tiga kekuasaan, yakni eksekutif dipimpin Presiden, legislatif terdiri dari DPR, MPR, DPD, dan yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

Selain itu kata Abdul Fickar, kekuasaan kehakiman yakni Yudikatif berpuncak di MK dan MA.


Dalam konteks penegakkan hukum pidana, kekuasaan kehakiman tidak hanya dijalankan oleh MA dan jajaran pengadilannya yang terdiri dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tipikor, Pengadilan HAM, Pengadilan Anak dan Perikanan, tetapi juga oleh sebuah lembaga penuntut yakni Kejaksaan dan kekuasaan eksekutif.

"Sehingga bisa melakukan upaya paksa (menangkap, menahan, menggeledah dan menyita) khusus untuk Kejaksaan juga mengeksekusi putusan pidana. Nah dalam menjalankan fungsinya sebagai kekuasaan kehakiman 'penyidik dan penuntut' mempunyai kebebasan yang tidak bisa diintervensi, termasuk oleh atasannya di eksekutif," ujar Abdul Fickar Hadjar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (18/9).

Sehingga, lanjut Abdul Fickar, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD soal dirinya termasuk Presiden tidak bisa apa-apa soal penegak hukum yang jelek adalah benar secara teoritis.

Karena, keduanya tidak bisa mengintervensi kedua elemen kekuasaan kehakiman yang berada di bawahnya, yakni penyidik dan penuntut.

"Tetapi jika dua kekuasaan kehakiman ini melakukan penyelewengan dalam penegakkan hukum, maka Presiden dan Menko Polhukam bisa memperingatkan kejaksaan dan kepolisian. Bahkan kalau perlu Presiden mengganti Jaksa Agung dan Kapolri jika melakukan penyelewengan dalam penegakkan hukum menangani perkara," jelas Abdul Fickar.

Artinya, adanya laporan dari masyarakat soal penegakkan hukum yang jelek bisa dijadikan alat pengawasan penegakan hukum oleh Polri dan Jaksa.

"Disinilah urgensinya KPK diletakkan sebagai lembaga penegak hukum yang murni independen yang tidak di bawah kekuasaan apapun termasuk kekuasaan eksekutif seperti sekarang agar bisa memberantas korupsi di lintas kekuasaan," pungkas demikian Abdul Fickar Hadjar.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya