Berita

M. Thobahul Aftoni/Net

Publika

Kotak Kosong Pilkada

KAMIS, 17 SEPTEMBER 2020 | 15:55 WIB

PILKADA serentak 2020 masih akan diwarnai dengan munculnya kotak kosong. Bahkan kali ini cukup banyak, ada sekitar 25 dari 270 daerah pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon yang akhirnya sang kontestan berkompetsi dengan kotak kosong.

Banyak yang menilai bahwa fenomena kotak kosong pilkada ini merupakan preseden buruk bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Ada juga yang menilai ini merupakan kegagalan bagi partai politik dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Namun ada juga yang menilai bahwa fenomena ini wajar karena adanya adanya celah aturan yang memungkinkan munculnya calon tunggal.

Menyikapi fenomena tersebut, tentu tidak bisa hanya dipandang dari satu sisi saja. Ada keterkaitan antara satu dengan yang lainnya yang memunculkan kotak kosong.

Pertama, adanya regulasi yang membuat orang enggan berkontestasi karena harus mundur dari jabatan atau status yang diembannya saat ini. Seperti ASN yang harus mundur jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah sementara bagi petahana cukup hanya dengan cuti. Begitu juga dengan keharusan mundur anggoat DPR/DPRD jika hendak maju dalam Pilkada.

Padahal banyak dari mereka yang sebenarnya mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi kepala daerah.

Aturan untuk hanya cuti merupakan keuntungan bagi petahana. Ia seakan diberi karpet merah untuk melanggengkan kekuasaan. Mereka bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada termasuk mempengaruhi partai politik untuk mendukung kembali agar mudah memenangkan pertarungan dengan melawan kotak kosong. Di sisi lain, tokoh atau kader partai yang baru duduk di legislatif atau jabatan publik lainnya akan menghitung ulang resiko karena harus meninggalkan jabatannya jika maju pilkada.

Kedua, mahalnya biaya politik juga bisa jadi penyebab munculnya calon tunggal. Bagi penantang baru tentu harus menghitung persiapan dengan cermat jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Terlebih jika harus berhadapan dengan calon petahana yang sudah memiliki dukungan infrastruktur politik yang kuat.

Ketiga, adanya kehendak atau kepentingan elit kekuasaan yang ingin melanggengkan dinasti kekuasaannya.

Nah terhadap fenomena tersebut, tentu pilihan akhir tetap jatuh kepada masyarakat sebagai pemegang hak pilih yang dilindungi Undang-undang. Bahkan memilih kotak kosong pun bisa menjadi pilihan di daerah yang terdapat calon tunggal. Hal ini juga merupakan pilihan yang konstitusional daripada Golput, sebagaimana diatur oleh

UU 10/2016, Pasal 54C ayat (2) bahwa pemilihan dengan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar. Selanjutnya Pasal 54D memberikan jaminan secara konsitusional bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.

Tentu hal demikian sangat menguntungkan bagi petahana atau paslon tunggal jika memang dirinya adalah figur yang baik dan diinginkan rakyatnya, memikili program yang baik dan memberikan harapan dan jaminan untuk kesejahteraan rakyatnya, atau meliki program yang telah terbukti bagi para calon pegahana. Namun sebaliknya Kotak Kosong bisa jadi ancaman tersendiri bagi petahana yang dinilai gagal mewujudkan program dan janji-janji politiknya.

Pengalaman pertama pernah terjadi pada pilkada Kota Makassar pada tahun 2018 yang lalu, dimana kotak kosong yang memenangkan pertarungan. Itu merupakan pengalaman yang memilukan dan memalukan terutama bagi para pemangku kekuasaan yang gagal memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan rakyatnya.

Selanjutnya dalam rangka memperbaiki atau menyempurnakan sistem demokrasi pada pilkada yang akan datang, tentu masih ada peluang yang terbuka bagi pemerintah bersama Lembaga Legislatif sebagai kepanjangan tangan partai politik untuk kembali melakukan evaluasi terhadap peraturan perundangan salah satunya yang mengatur tentang syarat mundur bagi ASN atau anggota legislatif yang ingin mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau setidaknya ada perlindunngan yang sama bagi keduanya.

M. Thobahul Aftoni
Waakil Sekjen PP Gerakan Pemuda Kabah

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya