Berita

Surat suara Pilpres 2019/Net

Politik

Presidential Threshold Berhala Yang Mendistorsi Nilai Demokrasi

MINGGU, 06 SEPTEMBER 2020 | 08:06 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Ambang batas atau Presidential Threshold (PT) dalam UU 7/2017 dianggap menjadi sebuah berhala yang mendistorsi nilai-nilai demokrasi.

Begitu kata Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto atas pengajuan Judicial Review (JR) yang diajukan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Rizal Ramli.

"Sudah berkali-kali MK menolak gugatan uji materi soal ambang batas, seharusnya pemilihan presiden, wapres dan cakada berstatus open legal policy dan siapapun bisa mengajukan calon pemimpin negara," ujar Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/9).


Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Prodem ini pun mempertanyakan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap tidak sesuai dengan berlandaskan pembukaan UUD 1945.

"Patut dipertanyakan MK ini melakukan uji materi UUD negara mana sih sebenarnya? Mestinya legal standing-nya Pembukaan UUD 1945 RI dong, di situ disebut juga Pancasila yang menjadi filosofi dasar negara RI," jelas Satyo.

Menurut Satyo, UU 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Pasal 6a UUD 1945. Sehingga seharusnya pengaturan pemilu tidak mesti ditafsirkan berbeda UUD 1945.

Siapapun dan partai politik apapun dalam pemilu mestinya bisa berkesempatan mengajukan calonnya masing-masing.

“Persoalannya adalah berhala yang namanya "threshold" atau ambang batas yang menyebabkan mendistorsi nilai-nilai demokrasi," jelas Satyo.

"Ambang batas menciptakan polarisasi karena berpotensi selalu menghadirkan hanya dua pasangan calon dalam konteks pilpres bahkan tidak jarang cuma calon tunggal dalam pilkada," pungkasnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya