Perdana Menteri Jepang terlama Shinzo Abe telah mengumumkan pengunduran dirinya karena masalah kesehatan pada Jumat (28/8).
Para analis mengatakan bahwa pasca mundurnya Abe, kebijakan pemerintah Jepang kemungkinan besar tidak akan banyak berubah meskipun nantinya terjadi pergantian puncak pimpinan dan itu juga dipercaya akan membuat hubungan China-Jepang tetap dalam situasi yang relatif stabil.
Abe yang saat ini berusia 65 tahun telah menjadi perdana menteri selama hampir delapan tahun berturut-turut, sesuatu dianggap tidak biasa di negara yang memiliki enam perdana menteri dalam enam tahun sebelum Abe menjabat pada tahun 2012.
Seorang peneliti di Pusat Studi Jepang Universitas Fudan, Wang Guangtao mengatakan bahwa menilai dari sistem pemilihan presiden Partai Demokrat Liberal (LDP), Jepang mungkin tidak memiliki masa jabatan perdana menteri yang lama seperti Abe. Politik fraksi adalah ciri penting politik Jepang.
"Terkait hubungan China-Jepang, perubahan kepemimpinan yang terus menerus di dalam LDP akan menimbulkan keraguan atas keberlangsungan kebijakan. Jika kebijakan terus berubah, tidak akan ada gunanya bagi China atau Jepang," katanya, seperti dikutip dari
GT, Jumat (28/8).
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan China bersedia untuk terus mendorong hubungan bilateral dengan Jepang.
"Ini adalah persetujuan tersirat dari kebijakan Abe-China, terutama selama paruh kedua masa jabatannya. China tidak ingin melihat ketidakstabilan dalam politik Jepang. Tidak peduli pergantian pemerintahan atau pergantian presiden LDP, kesediaan pengganti Abe untuk mempromosikan hubungan dengan China sangat penting, "kata Wang.
Para pengamat mengatakan tidak peduli siapa yang akan menjadi penerusnya, dia harus belajar bergaul dengan baik bersama China untuk kepentingan Jepang. Masa depan ekonomi Jepang tidak dapat dijamin tanpa kerja sama dengan China.
Sebelum Abe menjabat, hubungan China-Jepang berada di salah satu titik terendahnya, karena pemerintah Jepang mengumumkan "nasionalisasi" Kepulauan Diaoyu, dan hubungan menjadi tegang ketika Abe mengunjungi Kuil Yasukuni pada tahun 2013. Namun hubungan secara bertahap membaik dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur dan peneliti dari Institut Studi Asia Timur Laut di Akademi Ilmu Sosial Provinsi Heilongjiang, Da Zhigang mengatakan bahwa LDP kemungkinan akan mendorong pemilihan darurat perdana menteri baru karena terkendala pandemik dalam waktu 20 hari ke depan.
Kyodo News melaporkan saat ini LDP sedang mempertimbangkan untuk mengadakan pemilihan kepemimpinan pada 15 September atau sekitar hari itu.
Mengenai calon penerus, jika itu adalah pemilihan darurat, Da memperkirakan bahwa mantan menteri luar negeri Fumio Kishida dan Kepala Sekretaris Kabinet Suga Yoshihide akan menjadi dua kandidat yang kuat.
"Hubungan China-Jepang dan hubungan Jepang-AS tidak akan berubah secara signifikan tidak peduli siapa yang menjadi perdana menteri berikutnya," kata Da.
Da mengatakan perlu waktu bagi perdana menteri baru untuk terlibat dengan para pemimpin negara lain, karena Abe telah menjalin hubungan pribadi yang sempurna dengan beberapa pemimpin dunia sambil tetap relatif independen dalam kebijakan luar negerinya.
"Ada kemungkinan bahwa perdana menteri berikutnya akan melanjutkan pembicaraan dengan China mengenai kunjungan pemimpin China ke Jepang," kata Da.
Sementara itu Li Shuo, seorang kandidat doktoral di Institut Jepang Universitas Nankai, mengatakan bahwa Fumio Kishida lebih mungkin menjadi penerus Abe, karena dia memegang keunggulan di LDP, dan relatif populer. Dia juga seorang politikus dewasa dan rasional dengan pengalaman diplomatik yang kaya.
"Kebijakan Jepang AS tidak akan banyak berubah, dan akan terus menekankan pentingnya aliansi Jepang-AS. Hubungan China-Jepang juga akan tetap stabil," ujarnya.
Presiden China Xi Jinping telah merencanakan untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang April lalu, tetapi kunjungan itu ditunda karena virus corona. Masih belum diketahui apakah kunjungan yang dijadwalkan itu akan tetap dilaksanakan atau tidak, karena Jepang berperilaku buruk baru-baru ini dalam masalah yang memengaruhi kepentingan inti China.
Kepala Kantor Berita Asia di Jepang, Xu Jingbo mengatakan bahwa selama lebih dari tujuh tahun Abe menjabat, dia memahami teknik-teknik berurusan dengan China dan AS, dan tidak mengambil tindakan tegas terhadap China bahkan jika ditekan oleh AS.
Abe telah menunjukkan kedewasaan dan rasionalitas dalam menangani hubungan China-Jepang. Meskipun perselisihan tentang Kepulauan Diaoyu telah berlangsung, hal itu tidak memperburuk hubungan sejauh yang kita saksikan selama pemerintahan Partai Demokrat Jepang. Selain itu, meskipun Abe mengikuti AS dalam urusan militer dan keamanan untuk menekan China, hal ini tidak membahayakan lintasan hubungan China-Jepang secara keseluruhan. Kerja sama sosial, budaya dan ekonomi telah dilakukan,
Analis mengatakan perusahaan Jepang sangat bergantung pada China. Sementara dilaporkan bahwa pemerintah Jepang memberikan subsidi kepada perusahaan yang memindahkan jalur produksi mereka keluar dari China di tengah pandemik, banyak perusahaan Jepang mengatakan mereka tidak akan pindah dari China, dan sebaliknya akan meningkatkan investasi, mengingat pasar China yang besar.
Lebih dari 32.000 perusahaan Jepang beroperasi di China, dengan perusahaan manufaktur menyumbang 42 persen, perusahaan eceran dan grosir 33,2 persen, dan perusahaan industri jasa menyumbang 12,2 persen, portal berita yicai.com melaporkan.
Xu mengatakan bahwa pemerintah Jepang tahu bahwa ekonomi negaranya telah mendapat banyak manfaat dari pertukaran ekonomi dengan China, dan perusahaan Jepang telah menyuarakan dukungan mereka untuk hubungan China-Jepang yang lebih kuat, yang juga memengaruhi pemerintah Jepang.