Berita

Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah digdoyo dalam acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid Alfalah di kota Klaten, Jawa Tengah/Istimewa

Politik

Anton Tabah Digdoyo: Jangan Tuduh Pengkritik Makar, Awas Salah Tafsir!

KAMIS, 20 AGUSTUS 2020 | 16:19 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Kritik yang disampaikan rakyat kepada pemerintah bukanlah sebuah kejahatan dan tidak boleh dipidana.

Demikian disampaikan pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah digdoyo dalam acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid Alfalah di kota Klaten, Jawa Tengah, sekaligus peringatan tahun baru Islam 1 Syura 1442 Hijriah, Kamis (20/8).

Menurut Anton Tabah, aparat hukum harus bisa membedakan antara kritik, saran, usul dan fitnah. Ia berujar, yang bisa dipidana adalah perbuatan memfitnah, bukan kritikan kepada penguasa.

"Menghina presiden atau Wakil Presiden pun tak bisa dipidana karena pasal penghinaan presiden/wapres sudah dibatalkan MK dengan Kep MK 013-022/PUU-IV/2006," lanjut mantan petinggi Polri ini.

Selain itu, kritikan yang disampaikan baik kepada DPR, pemerintah sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E.

"Jadi janganlah pengritik, pengusul sesuatu pada pemerintah yang tidak bertentangan dengan UU dituduh makar karena hal itu termasuk hak rakyat yang dijamin konstitusi," sambungnya.

Di sisi lain, pemerintah saat ini juga patut mencontoh Presiden terdahulu, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat difitnah soal Gurita Cikeas. Menurutnya, hal itu masuk ke delik aduan sehingga harus Presiden SBY sendiri yang melaporkan ke Polda Metro Jaya.

Oleh karenanya, Jokowi diharap lapor langsung ke Polri jika merasa difitnah, termasuk kasus buku Jokowi undercover yang belum pernah ia laporkan.

Anton yang juga Ketua Penanggulangan Penodaan Agama tersebut juga mengingatkan aparat hukum untuk tidak salah dalam menilai frasa menolak dan memilih calon pemimpin. Karena, kata dia, menolak dan memilih itu dua hal yang berbeda.

"Kalau sampai keliru menilai akan salah pula menentukan apa itu intoleransi, tidak bhinneka, makar dan sebagainya. Dan ini akan membuat gaduh di masyarakat seperti yang terjadi kini," pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya