Kapolres Bima, AKBP Gunawan Trihatmoyo turun langsung dan mencoba mendekati dua kolompok yang tengah berselisih yang ada di Desa Waro dan Desa Tangga Baru/Net
Aparat Kepolisian di Polres Bima, Nusa Tenggara Barat, sangat sigap dalam mengantisipasi potensi konflik diantara kelompok masyarakat.
Bahkan, Kapolres Bima, AKBP Gunawan Trihatmoyo turun langsung dan mencoba mendekati dua kolompok yang tengah berselisih yang ada di Desa Waro dan Desa Tangga Baru.
Bersama jajarannya, AKBP Gunawan rela makan dan tidur di tenda. Dia bekerja siang dan malam, menggalang solidaritas, untuk meredam potensi konflik antar kolompok desa.
Pengamat politik Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar menilai, langkah Kapolres Gunawan dalam meredam konflik antar kolompok desa di Bima itu penting sebagai metode penanganan konflik dalam masyarakat yang kerap terbelah karena beragam kondisi.
"Sebagaimana diketahui, masyarakat Bima adalah suku bangsa yang religius, mengalami beberapa ratus tahun penerapan syariah Islam di masa kesultanan hingga daerah Bima bergabung ke NKRI awal tahun 1940-an," ujar Sidra kepada wartawan, Senin (3/8).
Dikatakan Sidra, pernah ada salah seorang mahasiswa S3 PTIK asal Bima, Dr. Ikhwanuddin meneliti tentang budaya kekerasan dan pendekatan penanganannya.
Dalam penelitiannya itu, menurut Sidra, Ikhwanuddin berkesimpulan potret budaya Bima sangat inklusif, mudah menerima budaya luar dan ada semangat maskulin dalam tradisi masyarakat khususnya dikalangan anak muda.
"Disini letak baiknya pendekatan Kapolres Bima yang rela tidur ditenda demi menjaga Bima tetap aman dan bebas konflik. Padahal bisa saja dia langsung perintahkan personilnya untuk bertindak dengan
hard approach, cara-cara represif," katanya.
Sidra mengapresiasi langkah dan metode Kapolres Gunawan dalam mencegah konflik horizontal, meskipun Gunawan sendiri belum mengerti kondisi sosial budaya dan keislaman masyarakat Bima yang inklusif.
"Apa yang ia lakukan menurut saya sebuah keteladanan agar setiap muncul konflik dapat cepat diatasi, sebelum konflik menjadi budaya baru masyarakat khususnya pasca panen dan saat kontestasi politik pilkada dimulai," katanya.
Sambungnya, pada dasarnya perkerjaan rumah (PR) yang perlu terus dikembangkan dalam reformasi Polri adalah tentang reformasi budaya agar Polri benar-benar sebagai bagian dari sipil, agar pengedepankan pelayanan publik, keteladanan dan berorientasi pemecahan masalah.
"Atau meminjam konsep Mendagri M.Tito Karnavian sebagai
smart approach," pungkasnya.
Untuk diketahui, konflik kolompok dari Desa Waro dan Tangga Baru pecah pada Sabtu (1/8). Konflik ini dipicu pembunuhan yang dilakukan salah seorang warga Desa Tangga Baru bernama Suryadin.
Korbannya bernama Candra Irawan dari Desa Waro. Pelaku pembunuhan, Suryadin sudah ditangkap dan rumahnya dibakar oleh warga.
Kapolres Bima AKBP Gunawan Trihatmoyo memastikan situasi wilayahnya sudah kondusif. Namun dia bersama Dandim Bima tetap berjaga-jaga untuk mencegah konflik antar kolompok desa tersebut pecah kembali.