Berita

Wahyu Setiawan/Net

Hukum

Selain Dituntut 8 Tahun Penjara, Hak Dipilih Dalam Jabatan Publik Selama 4 Tahun Untuk Wahyu Setiawan Dicabut

SENIN, 03 AGUSTUS 2020 | 16:50 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menuntut Wahyu Setiawan dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Wahyu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut yaitu menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan uang sebesar 38.500 dolar Singapura atau seluruhnya setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri selaku mantan caleg PDIP.


Pemberian uang tersebut dengan maksud agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI PDIP dari Dapil Sumsel 1 yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Wahyu juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi yaitu menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo selaku Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa 1 Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun," jelas Jaksa Moch. Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/8).

Pidana tambahan tersebut berlaku setelah Wahyu Setiawan menjalani pidana pokok.

Selain itu, Jaksa KPK pun juga menolak pengajuan justice collaborator (JC) Wahyu Setiawan. Penolakan itu dikarenakan Wahyu tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan SEMA 4/2011.

"Berdasarkan fakta-fakta hukum persidangan sebagaimana uraian pembahasan sebelumnya, telah dapat dibuktikan bahwa terdakwa 1 (Wahyu Setiawan) merupakan pelaku utama," ujar Jaksa Sigit Waseso.

Wahyu Setiawan menurut Jaksa KPK merupakan pelaku utama dalam penerimaan uang suap dari Saeful Bahri selaku mantan caleg PDIP terkait permohonan penggantian caleg DPR RI dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku di KPU RI.

Selain itu, Wahyu juga sebagai pelaku utama dalam penerimaan uang suap dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo selaku Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

Tak hanya itu, selain sebagai pelaku utama, perbuatan Wahyu Setiawan dinilai tidak terlalu kooperatif saat pemeriksaan di persidangan.

"Karena jangankan membuka adanya keterlibatan pihak lain, untuk mengakui perbuatan yang dilakukannya saja terdakwa 1 (Wahyu Setiawan) masih memberikan keterangan yang berbelit-belit dengan sejumlah bantahan," jelas Jaksa Sigit.

Bantahan yang dimaksud diantaranya, bantahan "hanya bercanda" menuliskan ucapan "1.000", bantahan mengenai uang yang diterima dari Saeful Bahri tidak terkait dengan surat permohonan penggantian caleg Harun Masiku di KPU RI, bantahan mengenai uang yang ditransfer Rosa Muhammad Thamrin Payapo adalah untuk bisnis properti.

"Di mana bantahan-bantahan tersebut sama sekali tidak beralasan karena bertentangan dengan keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya," kata Jaksa Sigit.

Dengan demikian, Jaksa KPK kata Sigit, menilai bahwa Wahyu Setiawan tidak layak ditetapkan sebagai JC.

"Berdasarkan uraian di atas, kami selaku Penuntut Umum menilai bahwa terdakwa 1 (Wahyu Setiawan) tidak layak untuk dapat ditetapkan sebagai JC atau Justice Collaborator karena yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam SEMA 4/2011," pungkasnya.

Atas perbuatannya, Wahyu Setiawan diduga melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Selain itu, Wahyu juga diduga telah melanggar Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Menhut Kebagian 688 Ribu Hektare Kawasan Hutan untuk Dipulihkan

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:14

Jet Militer Libya Jatuh di Turki, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Tewas

Rabu, 24 Desember 2025 | 20:05

Profil Mayjen Primadi Saiful Sulun, Panglima Divif 2 Kostrad

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:46

Nutrisi Cegah Anemia Remaja, Gizigrow Komitmen Perkuat Edukasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:41

Banser dan Regu Pramuka Ikut Amankan Malam Natal di Katedral

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:33

Prabowo: Uang Sitaan Rp6,6 Triliun Bisa Dipakai Bangun 100 Ribu Huntap Korban Bencana

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:11

Satgas PKH Tagih Denda Rp2,34 Triliun dari 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:43

Daftar 13 Stafsus KSAD Usai Mutasi TNI Terbaru

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:36

Prabowo Apresiasi Kinerja Satgas PKH dan Kejaksaan Amankan Aset Negara

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:35

Jelang Malam Natal, Ruas Jalan Depan Katedral Padat

Rabu, 24 Desember 2025 | 18:34

Selengkapnya