Tangkapan layar laman Lindungi Hak Pilihmu milik KPU yang dinilai tak digarap dengan maksimal dan masih menyisakan sejumlah kendala/Repro
Hasil pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), menemukan bukti kanal http://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/ belum memenuhi kebutuhan pemilih.
Laman tersebut tak bisa diakses secara maksimal, menggunakan tata cara yang lebih rumit, dan tak memperbarui data daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Lebih mengkhawatirkan lagi, seperti dirilis Humas Bawaslu RI, hasil pengawasan Bawaslu menemukan bukti bahwa tim teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara sengaja tak menggunakan kanal situs tersebut saat Ketua Bawaslu, Abhan, melakukan pengecekan datanya ketika menghadiri peluncuran Gerakan Klik Serentak dan Gerakan Coklit Serentak di Kantor KPU, Rabu kemarin (15/7).
Tim teknis KPU diketahui tak menggunakan laman
http://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/. Melainkan langsung masuk melalui sistem database Sidalih (Sistem Data Informasi Pemilih).
Hal ini menjadi bukti kanal
http://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/ sebagai implementasi Gerakan Klik Serentak yang diluncurkan KPU belum dikembangkan secara maksimal. Sehingga tak menjawab kebutuhan masyarakat yang ingin melakukan pengecekan haknya sebagai pemilih dalam Pilkada Serentak 2020.
Dalam penelusuran tersebut, Bawaslu melakukan pemetaan di 5.485 titik/lokasi di 237 kabupaten/kota di 32 provinsi yang melaksanakan Pilkada Serentak 2020.
Hasilnya, sebanyak 4.134 titik/lokasi atau sebesar 75 persen mengalami kendala dan lama dalam mengakses
http://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/. Sehingga tidak dapat memastikan apakah pemilih sudah terdaftar atau belum terdaftar. Sementara 1.351 titik/lokasi atau sebesar 25 persen tidak mengalami kendala.
Untuk diketahui, Gerakan Klik Serentak sendiri merupakan proses tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih yang berlangsung 15 Juli hingga 13 Agustus 2020. Masyarakat bisa mengecek datanya sebagai daftar pemilih melalui situs resmi tersebut.
Caranya, pemilih memasukkan nomor induk kependudukan (NIK), nama, dan tanggal lahir. Jika pemilih sudah tercatat dalam A.KWK, maka akan muncul nama, kelurahan, dan nomor TPS (tempat pemungutan suara). Sedangkan bila belum terdaftar sebagai pemilih, maka muncul kolom isian data seperti pada kolom isian A.KWK.
Nah, hasil pengawasan Bawaslu selanjutnya ternyata menemukan data A.KWK yang dimasukkan dalam sistem coklit ini belum seluruhnya memuat dan mendaftar pemilih yang terdapat dalam data pemilu terakhir, yaitu daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Hal ini diketahui saat Ketua Bawaslu, Abhan, telah terdaftar dalam DPT Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 lewat pengecekan di
https://infopemilu.kpu.go.id/pilpres2019/pemilih/cari-pemilih.
Akan tetapi, data Abhan dinyatakan keliru atau belum terdaftar saat dicek melalui
http://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/ setelah dilakukan tiga kali percobaan.
Perbedaan informasi tersebut menguatkan bukti bahwa kanal tersebut tak dikembangkan secara maksimal. Sistem tidak secara cepat mendeteksi pemilih secara sensitif serta kecepatan akses belum memenuhi peningkatan jumlah pengunjung.
Hasil pengawasan Bawaslu juga menemukan tata cara pengecekan pemilih ini lebih rumit. Bila dibandingkan dengan tata cara pengecekan Pemilu 2019 yang cukup mencantumkan NIK dan nama, kali ini pemilih perlu memasukkan kategori data tambahan seperti nama kabupaten/kota dan tanggal lahir. Semakin banyak kategori yang dimasukkan tentu semakin membutuhkan sistem memori yang kuat.
Bawaslu sendiri dalam melaksanakan tugasnya bakal membentuk posko aduan dalam tahapan coklit sebagai pemutahiran data pemilih Pilkada Serentak 2020. Masyarakat di daerah yang melaksanakan pemilihan bisa mengadu ke Bawaslu apabila belum terdaftar menjadi pemilih.
Abhan menuturkan, posko aduan sangat penting guna menjamin hak pemilih telah terdaftar pada Pilkada Serentak 2020. Tahapan coklit menjadi salah satu tahapan yang krusial dan strategis bagi penyelenggaraan pemilihan yang berkualitas.
"Kami (Bawaslu) di tiap jajaran akan membentuk posko aduan sebagai sarana pengawasan coklit," ujarnya, Rabu (16/7).
Menurut Abhan, posko aduan ini bisa dimanfaatkan bagi masyarakat yang sudah memiliki hak pilih, namun tidak terdata saat Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) melakukan coklit.
"Jadi seandainya ada pemilih tidak terdata, bisa melaporkan ke posko tersebut," beber Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang tersebut.