Fraksi PKS DPR mengusulkan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 5 persen dari jumlah kursi DPRD atau 10 persen dari akumulasi perolehan suara.
Besaran usalan ambang batas pencalonan kepala daerah ini sama dengan usulan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yaitu 5 persen.
"Bismillah, pembahasan mengenai RUU Pemilu sedang dilakukan. Sejalan dengan usulan presidential threshold, @FPKSDPRRI turut mengusulkan ambang batas pencalonan kepala daerah 5 persen kursi DPRD atau 10 persen suara pemilu. Menggantikan angka 20 pemilu yang diterapkan Pemilu 2019 yang lalu. #BatasIdeal," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera di akun Twitter pribadinya, Rabu (15/7).
Mardani mengurai alasan kenapa Fraksi PKS mengusulkan hak tersebut. Pertama, ambang batas pencalonan kepala daerah yang tinggi berpotensi menimbulkan korupsi dan ketergantungan. Sehingga peluang transaksi politik antar elit sangat tinggi.
"Dampaknya calon akan terbebani dengan ongkos politik tersebut," tutur Ketua DPP PKS ini.
Selain itu, lanjut Mardani, ambang batas yang tinggi juga berpotensi menjadi penghalang bagi banyak kader-kader unggulan di setiap partai.
"Akhirnya mereka terpaksa 'menyewakan perahunya kepada orang lain' untuk maju. Padahal boleh jadi visi dan misi mereka tidak selaras," sebutnya.
Jika hal itu dibiarkan, diyakini bakal berpotensi terjadinya politik uang yang tidak hanya terjadi di ranah pemilih, tetapi juga pada proses pencalonan pilkada. Mengingat jarangnya parpol yang memiliki 20 persen kursi, ini bisa membuat 'harga' pendaftaran kursi kandidat akan sangat mahal.
"Harga yang mahal menimbulkan banyaknya calon yang urung mendaftar. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya calon tunggal di banyak daerah," ucap Mardani.
"Kita telah sama-sama melihat fenomena menjamurnya paslon tunggal pada Pilkada 2018 yang lalu. Jumlah daerah yang terdapat paslon tunggal lebih banyak jika dibandingkan dengan dua pilkada serentak sebelumnya," imbuh dia menambahkan.
Lanjut Mardani, Indonesia dengan sistem multipartai dengan jumlah penduduk yang tinggi seharusnya dapat tercemin dari jumlah kontestasi politik dalam hal ini pasangan calon yang banyak.
Sehingga, masyarakat yang mengalami kerugian akibat tidak tersedianya alternatif pilihan untuk para pemilih. Hal ini berpotensi menurunkan tingkat partisipasi pemilih.
"Terakhir, menurunkan ambang batas berarti menurunkan 'harga' kursi pencalonan. Sementara di sisi lain, berpeluang meningkatkan kualitas calon-calon yang ada," demikian Mardani Ali Sera.