Berita

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison/Net

Dunia

Australia Tawari Izin Tinggal Permanen Bagi 10.000 Pemegang Paspor Hong Kong

MINGGU, 12 JULI 2020 | 12:35 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Australia akan menawarkan 10.000 pemegang paspor Hong Kong yang saat ini tinggal di Australia untuk mengajukan permohonan tinggal permanen begitu visa mereka berakhir.

Langkah tersebut merupakan tanggapan pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison terhadap UU keamanan nasional yang diberlakukan China terhadap Hong Kong pada 30 Juni lalu.

Morrison sendiri percaya UU keamanan nasional dapat melukai kebebasan berekspresi warga Hong Kong, melansir The Telegraph.


"Itu berarti bahwa banyak pemegang paspor Hong Kong mungkin mencari tujuan lain untuk dikunjungi dan karenanya kami telah mengajukan opsi visa tambahan untuk mereka," papar Penjabat Menteri Imigrasi Alan Tudge kepada televisi ABC pada Minggu (12/7).

Tudge menjelaskan, untuk mendapatkan tempat tinggal permanen, pelamar masih harus lulus tes karakter, tes keamanan nasional dan sejenisnya.

"Jadi itu tidak otomatis. Tapi itu tentu saja jalur yang lebih mudah menuju tempat tinggal permanen dan tentu saja menjadi penduduk tetap, kemudian ada jalan menuju kewarganegaraan di sana," sambungnya.

"Jika orang benar-benar dianiaya dan mereka dapat membuktikan kasus itu, maka mereka dapat mengajukan permohonan untuk salah satu visa kemanusiaan kami dalam kasus apa pun," jelasnya lagi.

Pekan lalu, Morrison mengumumkan pihaknya menunda perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong dan memperpanjang visa bagi penduduk Hong Kong dari dua menjadi lima tahun.

Merespons keputusan Australia, Kementerian Luar Negeri China mengatakan pihaknya juga memiliki hak untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

"Konsekuensinya akan sepenuhnya ditanggung oleh Australia," tekan jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian pada Kamis (9/7).

UU keamanan nasional Hong Kong sendiri berfungsi untuk mengatasi tindakan kejahatan seperti subversi, separatisme, terorisme, hingga campur tangan asing.

Para kritikus menganggap UU tersebut dijadikan tameng oleh pemerintahan Komunis China untuk mengekang kebebasan yang sudah dijanjikan kepada warga Hong Kong sesuai dengan kebijakan "satu negara, dua sistem".

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya