PERIBAHASA: “Endog sak petarangan netese bedo-bedo (bahasa Jawa) atau telur sesarang dierami induknya, menetasnya beda-bedaâ€.
RUU HIP menggeser isu aktual Covid 19 dan anggarannya, PLN dan listrik swastanya, Pertamina dengan subholding migasnya, defisit APBN yang dramatis dan beban 10 tahun ke depan, dll. Selain menggeser isu aktual, juga melahirkan banyak keajaiban dan kejutan. Tetapi disini hanya diambil 7 (tujuh).
Mengapa tujuh? Penulis suka angka tujuh. Jagat raya dibentuk dalam 7 masa, langit dan bumi masing-masing 7 lapis. Thawaf 7 kali keliling Ka’bah, Sa’i 7 kali Shafa-Marwah, Surat Al Fatihah 7 ayat, warna dasar 7 macam, dan seminggu 7 hari. Bersifat pribadi, istri suka angka tujuh, anak-cucu tanggal kelahiran ada unsur tujuhnya.
Penulis dilantik Wagub DKI Jakarta, 7/10/2007, bersama kawan mendeklarasikan Gerakan Kebangkitan Indonesia 7 Januari 2018. Lalu apa keajaiban dan kejutan yang dimaksud?
Pertama, pemahaman Pancasila. Selama ini ada yang sinis terhadap Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di masa lalu. Namun, muncul RUU HIP, semua teriak Pancasila Dasar Negara, Ideologi Negara, Sumber Segala Sumber Hukum Negara, dll. Bahkan, pengusul RUU HIP pun teriakannya sama.
Lebih mengejutkan, banyak yang fasih sejarah sejak mencari Dasar Negara hingga keputusan bagaimana narasi dan hierarkinya, (18/8/1945). Artinya, rakyat Indonesia yang Pancasilais lebih banyak dari pada yang brengsek. Suka tidak suka, itulah hasil indoktrinasi atas ‘Doktrin Pancasila’ melalui ceramah, penataran, dan diskusi oleh BP7, yang dikagumi negara luar utamanya negara Asean. Bahkan mereka datang melihat dan mengundang.
Tidak perlu alergi mendengar indoktrinasi. Tidak ada yang keliru. Sebab, Pancasila sudah kita sepakati sebagai ‘kebenaran’. Kalau toh Penataran P-4 hasilnya masih ada yang brengsek, itu ibaratnya “telur sesarang dierami induknya, menetasnya beda-bedaâ€.
Kedua, PKI. Walaupun pelajaran sejarah tidak seperti dulu, pemutaran film G.30.S/PKI di antara boleh dan tidak, namun kewaspadaan bahaya laten komunis muncul ketika ada RUU HIP. Rakyat teriak awas komunis bangkit dan ganyang komunis, mengiringi tuntutan cabut RUU HIP.
Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-POLRI, purnawirawan usia 80-90 tahun juga mencium gelagat dan menyatakan: “Pengangkatan RUU HIP ini dinilai sangat tendensius karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKIâ€.
Ketiga, visi misi PDI-P. Visi misi PDI-P viral di medsos dan konon dibenarkan anggota PDI-P saat debat di TV swasta, membikin rakyat terkejut dan baru ngeh apa visi misi dari PDI-P. Ini suatu keajaiban dan kejutan, tanpa RUU HIP rakyat tidak akan tahu.
Ternyata PDI-P dalam membentuk dan membangun karakter bangsa berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945. Untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan Tri Sila. Sedang menentang individualisme digunakan Gotong Royong (Eka Sila). Padahal Pancasila tidak mengenal hal semacam itu.
Keempat, Pancasila/Radikal/Khilafah. RUU HIP kembali membuat keajaiban dan kejutan, ketika tuntutan Tap MPRS No. XXV/1966 harus masuk konsiderans ‘Mengingat’. Tuntutan ini minta imbangan, Radikalisme dan Khilafahisme juga masuk. Maka terjadilah adu argumentasi menafsir Pancasila, Radikal dan Khilafah yang mbulet, ruwet bikin mumet.
Radikal hakikatnya sebagai ‘gerakan’ untuk mendukung reformasi menuntut hal yang mendasar, bisa positip atau negatip. Jadi radikal/radikalisme bukanlah ajaran atau ideologi. Khilafah merupakan ‘sistem kepemimpinan’ berdasarkan Al Quran, Al Hadis, Ijma dan Qiyas. Jadi keduanya bukan ideologi. Maka tidaklah proposional Pancasila disandingkan dengan yang bukan ideologi.
Beda dengan Tap MPRS No. XXV/1966, berkaitan dengan Komunisme/Marxisme dan Leninisme. Ketiga ideologi ini jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila, dan sejarah membuktikan PKI pernah memberontak ingin mengganti Pancasila dengan Komunisme.
Kelima, tuntutan rakyat. Aksi massa di DPR, Rabu, 24/6/2020 bertemakan “Selamatkan NKRI dan Pancasila dari Komunismeâ€. Ternyata tuntutannya tidak hanya hentikan RUU HIP, tetapi cabut RUU HIP dari Proglenas, dan tangkap inisiator RUU HIP. Tentunya ada pula yel-yel yang mengejutkan, yang tidak perlu ditulis dalam artikel ini.
Keenam, sikap Fraksi. Berbagai tuduhan negatif terhadap RUU HIP, tampaknya membuat Dewan memahami, menyadari dan melemah, tidak seperti biasanya. Fraksi-fraksi yang semula mendukung mencabut dukungan, meninggalkan Fraksi PDI-P sebagai inisiator.
Anggota Dewan yang menemui perwakilan aksi massa, berjanji mengusut dan menelusuri jejak sampai terjadinya RUU HIP. Bahkan akan memproses hukum jika ditemukan penyimpangan terhadap mekanisme yang diatur dalam Tatib Undang-undang.
Ketujuh, sikap Aparat. Sikap aparat keamanan pada aksi massa 24/6/2020 ada keajaiban. Bagaimana tidak? Biasanya, H-2 lingkungan DPR sudah serem. Barikade kawat berduri, ‘water cannon’ yang biasa tergelar tidak tampak. Masa bisa mendekat dan orasi di depan gerbang DPR.
Sepertinya aparat sadar, bicara Pancasila itu terkait bangsa dan negara. Pancasila juga ada di Tri Brata dan Sapta Marga. Atau aparat yakin, massa kaum muslim sampai jutaan pun akan tertib. Ataukah sudah sepemahaman, mempertahankan Pancasila dan UUD 1945, bukan tindak pidana ataupun makar? Semoga, amin.
Mungkin pembaca berpendapat ‘tujuh keajaiban dan kejutan’ di atas hal yang lumrah, monggo. Namun, jika ada yang menemukan keajaiban dan kejutan yang lain, juga silakan. Itulah catatan dan pendapat penulis. Semoga ada manfaatnya. Amin.
Penulis adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta (2007-2012), kini aktivis Rumah Kebangkitan Indonesia (2007-2012)