Berita

Maria Ressa usai sidang putusan pada Senin 15 Juni 2020/Net

Dunia

Wartawan Filipina Yang Divonis 6 Tahun Penjara: Saya Menjadi Peringatan Diam Atau Anda Berikutnya

SELASA, 16 JUNI 2020 | 11:01 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Para aktivis pembebasan pers menilai penangkapan wartawan terkemuka Filipina dan vonis 6 tahun yang dijatuhkan padanya, adalah taktik untuk membungkam kritik terhadap Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Maria Ressa dan situs berita Rappler telah menjadi sasaran tindakan hukum dan penyelidikan usai menerbitkan cerita-cerita kritis terhadap kebijakan Duterte, termasuk soal perang melawan narkoba yang telah menewaskan ribuan orang.

“Saya telah menjadi kisah peringatan: diam atau Anda berikutnya… itu bagian dari alasan mengapa saya menjadi sasaran,” kata Ressa, seperti dikutip dari AFP.


Pengadilan menyatakan Ressa bersalah atas artikel yang dimuat di Rappler pada tahun 2012. Kasus ini berawal dari laporan seorang pebisnis pada tahun 2017 terhadap berita Rappler yang dimuat lima tahun sebelumnya, tentang keterlibatan pebisnis tersebut dengan kasus pembunuhan, perdagangan orang, dan narkoba.

Ressa, pemimpin redaksi Rappler, dan Reynaldo Santos, mantan jurnalis Rappler yang menulis artikel itu, diputuskan untuk membayar 400.000 peso atau Rp 113 juta sebagai ganti rugi.

Awalnya artikel Rappler tidak bisa digugat karena terbit sebelum UU Kejahatan Siber disahkan. Namun, jaksa penuntut mengatakan redaksi Rappler melakukan koreksi tipografis pada kata “evation” menjadi “evasion, sehingga dianggap oleh pengadilan merupakan modifikasi substansial dan karenanya artikel tersebut bisa digugat menggunakan UU Kejahatan Siber.

UU Kejahatan Siber mulai berlaku pada September 2012, sedangkan koreksi penulisan oleh redaksi Rappler dilakukan pada 2014.

Amnesty International mengatakan “serangan” terhadap wartawan dan Rappler adalah bagian dari tindakan keras pemerintah terhadap kebebasan media di Filipina.

Putusan terhadap Ressa datang lebih dari sebulan, setelah regulator pemerintah menutup siaran ABS-CBN, media nasional Filipina.

Pada tahun 2018, Duterte mengecam Rappler sebagai “outlet berita palsu” dan kemudian melarang Ressa dan rekan-rekannya meliput kegiatan publiknya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya