Berita

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo/Net

Politik

Waspadai Pelebaran Defisit, Andreas Susetyo Minta Pemerintah Siapkan Skenario Pemulihan Fiskal

MINGGU, 14 JUNI 2020 | 11:27 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Kondisi makro ekonomi Indonesia sedang mengalami guncangan hebat akibat pandemik Covid-19 yang terjadi setidaknya dalam tiga bulan terakhir.

Koreksi atas target makroekonomi pun tak terelakkan, sehingga terbit Perppu 1/2020 yang sudah menjadi UU 2/2020 dan Perpres 54/2020.

Terbukti baru di triwulan I-2020 saja realisasi indikator makro ekonomi meleset jauh dari target APBN. Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97 persen, inflasi tumbuh 2,67 persen (yoy), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah di Rp 14.642, dan turunnya harga minyak di USD 44 per barel.


Sebagai reaksi atas rentannya kondisi fiskal, pemerintah kembali mengantisipasi melalui rencana revisi Perpres 54/2020.

Biaya penanganan pandemik, baik kesehatan, jaminan sosial, dan stimulus ekonomi meningkat, dari Rp 405 triliun menjadi Rp 677,5 triliun, dan akan meningkat lagi menjadi Rp 695,2 triliun.

Kondisi ini membuat beban pemerintah semakin berat terutama pelebaran defisit tidak terelakkan. Namun lebih dari itu, pemerintah perlu segera mempersiapkan skenario pemulihan yang lebih komprehensif demi kesinambungan fiskal.

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo, meminta pemerintah segera mempersiapkan amunisi yang meyakinkan, yaitu kebijakan fiskal yang berkesinambungan yang dapat menjaga stabilitas makro ekonomi.

"Salah satu aspek penting adalah kinerja penerimaan negara yang mumpuni, khususnya pajak," kata Andreas dalam keterang tertulisnya, Minggu (14/6/).

"Kondisi tahun ini sangat berat sehingga penerimaan pajak sangat tertekan, apalagi demi mengatasi dampak pandemik dan pemulihan ekonomi nasional telah digelontorkan insentif pajak sejumlah Rp 123,01 triliun," imbuhnya.

Andreas menyebutkan, sinyal perlambatan penerimaan pajak yang tumbuh melambat minus 3,09 persen (yoy) di April harus diwaspadai. Ada risiko shortfall pajak yang bisa mencapai Rp 388 triliun atau bahkan lebih.

"Tanpa kalkulasi cermat dengan risiko melebarnya shortfall yang sangat terbuka, maka akan memperlebar defisit dan menambah beban utang," ujarnya.

Untuk itu, politisi PDIP ini mendorong agar segera disusun skenario konsolidasi fiskal yang solid dengan target defisit yang terukur menjadi di bawah 3 persen pada tahun 2023 dan outlook penerimaan pajak yang realistis dan menjanjikan.

"Langkah-langkah konkret untuk optimalisasi penerimaan pajak harus segera diambil, antara lain implementasi penggunaan NIK dalam setiap transaksi untuk ekstensifikasi basis pajak dan efektivitas pemungutan PPN, penerapan metode yang lebih sederhana agar pemungutan PPN lebih efektif, pemanfaatan data dan informasi perpajakan yang lebih optimal dan transparan, dan penegakan hukum yang berkeadilan," jelasnya.

Sambungnya, belanja negara untuk penanganan Covid-19 menjadi salah satu sebab melebarnya defisit. Sejak awal disusun, defisit APBN hanya ditargetkan sebesar Rp 307,2 T (1,76 persen PDB) atau tidak melebihi 3 persen PDB agar sesuai dengan amanat UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Namun akibat pandemik, UU 2/2020 mengizinkan defisit di atas 3 persen dari PDB sampai dengan tahun 2022. Akibatnya, defisit dikoreksi menjadi Rp 852,9 T (5,07 persen PDB) sesuai Perpres 54/2020.

Saat ini, berdasarkan outlook, defisit APBN diperkirakan akan menyentuh angka Rp 1.039,2 (6,34 persen PDB).

"Demi menjaga kredibilitas dan akuntabilitas, pemerintah perlu menghitung secara cermat proyeksi kebutuhan biaya dan potensi pendapatan sehingga tidak terlalu sering mengubah Perpres," bebernya.

Dia tegaskan, bahwa pemerintah sudah sangat perlu menyusun kembali strategi komprehensif menuju defisit di bawah 3 persen pada tahun 2023.

"Upaya ini harus dilakukan dengan perhitungan yang cermat, penuh kehati hatian, disiplin tinggi, dan kredibel sehingga menjamin kesinambungan fikal dalam jangka menengah maupun jangka panjang," cetusnya.

"Adanya pelebaran defisit yang berimbas pada penambahan utang dan bunga utang akan mengancam kesinambungan fiskal sehingga hal ini perlu dicermati dan diantisipasi," pungkasnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya