Ketua KPK Firli Bahuri saat menetapkan eks Dirut PT DI, Budi Santoso sebagai tersangka KPK/KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan dapat mengungkap pihak-pihak mana saja yang menikmati hasil rasuah dari kasus korupsi pemasaran dan penjualan di lingkungan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan kerugian negara mencapai lebih Rp 331 miliar.
Kuasa Hukum Dirut PT DI Budi Santoso, Muhammad Arief Sulaiman dalam keterangannya, Sabtu (13/6).
KPK sebelumnya telah menetapkan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) periode 2007-2017 Budi Santoso dan Direktur Niaga PT DI tahun 2016-2019 Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka pada kasus ini.
Muhammad Arief Sulaiman menghormati keputusan KPK yang telah menetapkan kliennya sebagai tersangka. Namun ia meminta KPK dapat mengungkap siapa-siapa saja yang menikmati hasil korupsi dalam kasus tersebut.
"Klien kami menghormati proses hukum yang di lakukan KPK, harapan kami KPK dapat mengungkap siapa-siapa saja yang menikmati hasil korupsi seperti dugaan KPK," ujar Arief Sulaiman.
Arief menjamin apa yang didapatkan oleh kliennya merupakan hasil jerih payah usahanya sendiri. Bahkan dia menantang KPK untuk mengecek harta kekayaan kliennya pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Dan klien kami sampai saat ini, apapun yang dia dapatkan baik harta itu murni dari gaji jerih payah beliau selama menjabat Dirut di PT Pindad dan PT DI dan beliau laporkan semua di LHKPN dan klien siap apabila di cek di PPATK apabila ada aliran dugaan korupsinya," tegasnya.
Arief mengatakan, kliennya telah banyak berkontribusi untuk negara dan bangsa salah satunya selama menjabat sebagai Direktur PT Pindad. Bahkan, kliennya telah membuat senjata mutakhir dan membuat tank untuk sistem pertahanan Indonesia. Atas dasar itu kliennya dipercaya kembali menjabat Direktur PT Dirgantara Indonesia.
"Yang pada saat itu sedang mengalami bangkrut dan sudah dipailitkan, dan atas Usaha dan Kerja Keras pada masa kepemimpinan Budi Santoso, PT Dirgantara Indonesia bisa bangkit dan sudah membuat beberapa karya pesawat dan berhasil mengirimkan 4 pesawat CN235 pesanan Korea Selatan dan terkait dugaan tindak pidananya kami melihat belum ada bukti penerimaan uang atau apapun kepada klien kami," bebernya.
Adapun terkait dugaan proyek fiktif, kata Arief, ia selaku kuasa hukum juga merasa kaget karena menurut keterangan kliennya sudah menjalankan perkerjaan-pekerjaan sesuai dengan permintaan salah satu customer untuk Kemenhan - swasta.
"Dan setiap pekerjaan yang di kerjakan dilaporkan dalam rapat direksi dan dilaporkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta laporan pekerjaan juga diterima dan dibebaskan dari tangung jawab dalam RUPS ,sehingga semua keputusan yang diambil klien kami sudah melalui proses mekanisme yang benar," jelasnya.
"Tetapi apabila selama kepemimpinan klien kami ada pihak-pihak yang memanfaatkan posisi beliau baik itu bawahan atau siapapun yang mencatut nama beliau klien kami tidak mengetahui hal tersebut," demikian Arief.
KPK menetapkan Budi dan Rinaldi sebagai tersangka karena diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp 205,3 miliar dan USD8,65 juta
Atas ulahnya, Budi dan Irzal, disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.