Berita

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet/Net

Dunia

Gunakan Kekebalan Hukum, Perang Narkoba Ala Duterte Dikecam PBB

KAMIS, 04 JUNI 2020 | 16:43 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pemerintah Filipina menghadapi tuduhan penggunaan kekebalan hukum atas proses penanganan kasus narkoba di negara itu. Sejak 2016, diperkirakan ada puluhan ribu orang di Filipina yang telah tewas  dalam 'war on drugs'.

Sebuah laporan oleh Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) menemukan bahwa petugas keamanan di Filipina menggunakan 'kekebalan hukum' dalam penanganan narkoba. Laporan yang dirilis pada Kamis (4/6) itu mengutip angka resmi yang menunjukkan setidaknya ada 8.663 orang pelaku kejahatan narkoba yang telah terbunuh, seperti dikutip dari Inquirer, Kamis (4/6).

Dari jumlah itu, setidaknya ada 248 pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan anggota serikat buruh, yang ikut menjadi korban.


Namun, laporan itu mencatat bahwa beberapa perkiraan menyebutkan jumlah korban sebenarnya lebih dari tiga kali lipat dari jumlah itu.

Laporan itu juga menunjukkan bahwa fokus pemerintah Filipina pada ancaman keamanan nasional, adalah nyata dan semakin meningkat, dan itu juga berarti Filipina telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

Presiden Rodrigo Duterte meluncurkan operasi anti narkotika pada 2016 untuk menangani merajalelanya masalah narkoba di negeri itu. Namun, perang melawan narkoba itu diduga dilakukan dengan mengesampingkan asas hukum dan HAM, dikutip dari BBC.  

Dalam sebuah laporan, PBB mengungkapkan bahwa polisi tidak perlu membawa surat perintah untuk melakukan penggerebekan di rumah. Polisi dapat memaksa para tersangka untuk membuat pernyataan dengan menggunakan bentuk kekerasan.

Hukuman atas impunitas polisi tersebut hanya terjadi satu kali; yaitu kasus pembunuhan Kian delos Santos pada tahun 2017. Ia adalah seorang siswa di Manila yang berusia 17 tahun. Tiga petugas polisi dinyatakan bersalah setelah rekaman CCTV tersebar dan menyebabkan kemarahan publik, katanya.

Polisi mengatakan tindakan mereka dalam kampanye anti-narkoba adalah legal. Baku tembak adalah hal yang sangat mungkin terjadi, yang bisa saja berujung dengan kematian.

Situasi hak asasi manusia di Filipina ditandai oleh fokus menyeluruh pada ketertiban umum dan keamanan nasional, termasuk melawan terorisme dan obat-obatan terlarang.

Tapi hal tersebut seringkali terjadi dengan mengorbankan hak asasi manusia, hak proses hukum, aturan hukum dan tanggung jawab.

Duterte juga dikecam karena menjanjikan mengampuni para petugas polisi yang dihukum untuk kasus pembunuhan dalam 'perang anti narkoba'.

Dari laporan ini, PBB mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri pembunuhan di luar proses hukum, penahanan sewenang-wenang dan kekerasan lainnya yang menargetkan para tersangka pelaku narkoba dan orang-orang yang menggunakan narkoba.

Laporan tersebut merekomendasikan bahwa pemerintah Filipina harus melakukan tinjauan komprehensif terhadap undang-undang dan kebijakan yang berkaitan dengan narkotika, termasuk meninjau kembali hukuman wajib untuk pelanggaran narkoba.

UNHRC dalam laporan itu juga mengatakan pemerintah harus memastikan bantuan yang memadai untuk keluarga korban pembunuhan terkait narkoba, termasuk bantuan keuangan, dukungan hukum, dan layanan psiko-sosial.

Laporan itu didasarkan pada 893 pengajuan tertulis, masukan substansial dari pemerintah Filipina, analisis undang-undang, laporan polisi, dokumen pengadilan, video, foto, dan bahan sumber terbuka lainnya, serta wawancara dengan korban dan saksi .

Laporan ini akan disajikan dalam sesi reguler UNHRC ke-44 di Jenewa, Swiss, pada bulan ini.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya