Berita

Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis/Net

Dunia

Soal Protes Anti-Rasisme, Eks Menhan AS: Trump Adalah Presiden Pertama Yang Mencoba Memecah Belah Amerika

KAMIS, 04 JUNI 2020 | 10:24 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Jim Mattis, ikut bersuara soal penanganan protes anti-rasisme yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump.

Mattis yang menjabat sebagai Menhan di bawah kepemimpinan Trump mengkritik penanganan protes oleh mantan bosnya tersebut. Ia bahkan menuding Trump berusaha untuk memecah belah Amerika.

"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan orang-orang Amerika, bahkan tidak berpura-pura mencoba," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diunggah oleh The Atlantic pada Rabu (3/6).


"Alih-alih, dia mencoba memecah belah kita. Kita menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang," lanjut pensiunan jenderal marinir tersebut seperti dikutip CNA.

Mattis yang mengundurkan diri pada Desember 2018 atas perintah Trump untuk menarikan pasukan penuh dari Suriah, pernah mengatakan keengganannya untuk mengkritik presiden.

Namun dalam pernyataannya kemarin, ia mengaku marah dan terkejut dengan ancaman Trump untuk mengerahkan militer dalam penanganan protes di beberapa kota.

Ia juga mengecam keputusan Trump untuk menggunakan kekuatan saat agar bisa "membersihan" para demonstran dari Gedung Putih pada Senin (1/6) demi bisa berfoto di depan gereja.

Menurut Mattis, langkah tersebut telah melanggar konstitusi di mana warga bisa menyuarakan pendapatnya.

"Ketika saya bergabung dengan militer, sekitar 50 tahun yang lalu, saya bersumpah untuk mendukung dan membela Konstitusi," tegas Mattis.

"Saya tidak pernah bermimpi bahwa pasukan yang mengambil sumpah yang sama akan diperintahkan dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak-hak Konstitusional sesama warga negara, apalagi untuk memberikan foto aneh untuk komandan terpilih, dengan kepemimpinan militer berdiri di sampingnya," imbuhnya menyindir.

Sementara itu, sesuai konstitusi, sebelum mengerahkan pasukan bersenjata, Trump haru mendapatkan Insurrection Act. Itu adalah persetujuan untuk memungkinkan presiden mengirim pasukan untuk menekan pemberontak internal yang menghalangi penegakkan hukum.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya