Berita

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini/Net

Politik

Risma Jangan Lagi Berkelakar Soal Zona Merah Di Surabaya Yang Dikhawatirkan Seperti Wuhan

JUMAT, 29 MEI 2020 | 07:44 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Setiap pernyataan yang keluar dari mulut seorang pejabat publik hendaknya bukan kelakar yang menganggap sepele masalah besar. Khususnya saat rakyat sedang dirundung kekhawatiran menghadapi wabah virus corona baru atau Covid-19.

Begitu kata analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi kekhawatiran Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi bahwa kondisi penularan corona di wilayah Surabaya Raya berpotensi seperti Kota Wuhan, China.

Menurutnya, tingkat penularan atau rate transmission di Surabaya yang mencapai angka 1.6, atau ketika ada 10 orang terinfeksi Covid-19 dalam satu minggu bertambah jadi 16 orang, sudah masuk kategori berbahaya.

“Kasus kumulatif virus corona di Provinsi Jawa Timur juga telah menembus angka 4.112 pasien. Sejumlah 548 pasien di antaranya sembuh dan 337 pasien lainnya meninggal dunia," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/5).

Atas alasan itu, dia meminta kepala daerah tidak lagi menganggap masalah ini sepele. Ubedilah tidak ingin ada lagi kelakar seperti yang pernah dilontarkan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini di awal sebaran corona.

Kala itu, dengan enteng Risma menanggapi peringatan bahwa wilayahnya masuk zona merah. Risma menyebut Surabaya memang zona merah, hal itu mengacu pada kemenangan PDIP selama bertahun-tahun di wilayah tersebut.

"Dalam situasi yang makin membahayakan itu, sebaiknya respon elit lokal seperti Walikota Surabaya mesti hati-hati. Hindari narasi yang bernada kelakar atau menyepelekan," kata Ubedilah.

Sehingga, Ubedilah menilai kelakar yang disampaikan Risma pada pertengahan Maret lalu itu terlalu berlebihan dan terlalu politis di tengah pandemik Covid-19.

"Jadi soal zona merah Surabaya dikelakari sebagai zona PDIP itu juga kelakar yang berlebihan, terlalu politis, dan tidak etis di tengah warga Surabaya yang sedang menghadapi situasi sulit," pungkas Ubedilah.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya