Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Kamrussamad/Net
Dalam 48 hari periode 1-18 Mei 2020, utang pemerintah bertambah Rp. 635 triliun dengan total Rp. 5.583,8 triliun dari utang pemerintah bulan Februari Rp. 4.948,8 triliun.
Utang tersebut akan bertambah lantaran hal fundamental yakni penanganan krisis kesehatan masih belum maksimal, dan berharap dana tersebut tidak disalahgunakan oknum pemerintahan.
"Kami berharap penggunaan dana pinjaman tersebut tidak dikorupsi," ujar anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Kamrussamad kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/5).
Dia pun mempertanyakan perihal penyerapan anggaran kesehatan senilai Rp. 70 triliun, dan insentif untuk UMKM serta pemulihan ekonomi senilai Rp. 270 triliun.
"Apakah sepenuhnya sudah terserap dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Apakah sudah efektif, tepat sasaran serta mampu menggerakkan sektoril?" ucap Kamrussamad.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sempat menyampaikan adanya perubahan postur APBN yang dilakukan dua kali dalam sebulan. Hal itu, menurutnya, menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak mampu menganalisas kondisi ekonomi dan menentukan indikator ekonomi dalam merumuskan kebijakan fiskal.
"Kami sudah ingatkan, agar memiliki data yang terintegrasi, sebagai basis pengambilan keputusan. Supaya tidak prematur dalam menyusun postur APBN," paparnya.
Kamrussamad menambahkan, adanya Perppu 1/2020 dengan melakukan pelebaran defisit APBN tanpa batas maksimal menjadi pil pahit yang harus ditelan, lantaran hal itu membahayakan kedaulatan bangsa.
"Pada akhirnya, berpotensi membahayakan kedaulatan negara. Karena, beban utang pemerintah sangat besar. Bahkan melampaui rasio utang standar internasional, yang ditetapkan sejumlah lembaga keuangan dunia seperti IMF," tandasnya.