Berita

Radhar Tribaskoro/Net

Publika

Mengapa Rizal Ramli Kuatir Kebijakan Cetak Uang Di Tengah Moral Hazard?

JUMAT, 01 MEI 2020 | 11:20 WIB

ADA dua cara kebijakan cetak uang (KCU) atau sering disebut quantitative easing.

Pertama, pemerintah pinjam uang langsung ke BI, seperti dulu dilakukan dalam BLBI. Kedua, BI beli obligasi pemerintah (SUN san sebagainya). Dalam kedua kasus itu BI membiayai melalui cetak uang.

Bagi pemerintah cetak uang ibarat rejeki nomplok, tidak usah kerja uang ada. Namun uang yang diperoleh dengan mudah biasanya akan keluar lebih mudah lagi.


Salah satu implementasi KCU dalam waktu dekat ini adalah pandemic loan. Pinjaman pandemik ini nanti akan dibeli oleh Bank Indonesia melalui cetak uang.

SMI merencanakan uang perolehan dari pandemic loan untuk membiayai pemulihan ekonomi. Caranya? Biasanya melalui pemberian insentif kepada swasta.

Menurut pengalaman, insentif kepada swasta selalu dipenuhi oleh moral hazard. Contohnya, BLBI dan suntikan Bank Century.

Moral hazard itu terjadi manakala mereka yang diberi insentif bukanlah orang yang berhak atau jumlahnya berlebihan. Semua itu bisa terjadi karena aturannya salah, pelaksanaannya salah atau keduanya salah.

Bila misalnya insentif diberikan dalam bentuk pembelian surat utang swasta, saya sulit percaya di sana tidak ada kongkalikong alias hanky panky. Bila insentif diberikan dalam bentuk uang tunai, kolusi dan nepotisme bakal sulit dihindari.

Karena di negeri ini moral hazard atau KKN tidak pernah surut. Sebaliknya, KKN malah diinternalisasikan dan dilegalkan sebagaimana tersurat dalam Perppu No. 1/2020.

Internalisasi KKN dapat dilihat dalam kasus Kartu Prakerja, suatu kebijakan yang korup dan celakanya dilakukan oleh lingkaran dekat presiden. Kebijakan ini salah dalam desain aturan dan pelaksanaan karena keduanya dilakukan oleh pihak yang sama (stafsus presiden).

Pandemic loan dan Kartu Prakerja dipastikan akan menjadi korupsi gila-gilaan berikutnya. Dan celakanya korupsi itu dilindungi oleh Perppu.

Bila pandemic loan nanti dianggap kriminal maka hal itu akan melibatkan Presiden dan DPR yang menyetujuinya.

Radhar Tribaskoro
Pemerhati politik, Bandung Iniative Networks.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya