MO Sidik, seorang stand up comedian, pada hari Sabtu lalu (25/4) menyampaikan dalam akun media sosialnya bahwa dunia stand up komedi Indonesia harus siap pada hal baru: pertunjukan komedi tanpa penonton. Hal ini tentu saja didasari bahwa pandemik virus corona baru (Covid-19) yang terus berlangsung dan belum ada tanda-tanda akan berhenti.
Di belahan bumi lainnya, Kompetisi sepak bola di Jerman, Bundesliga, juga mengumumkan akan melanjutkan sisa musim kompetisinya tanpa penonton. Walau tetangganya di Belanda memutuskan menghentikan liga sepakbola, Bundesliga kembali berlangsung walau tanpa penonton.
Kedua hiburan di atas menjadi bukti bagaimana caranya untuk terus berlangsung walau harus mengorbankan salah satu elemen pentingnya: kehadiran penonton. Pandemi Covid-19 memang telah mengubah banyak hal.
Sebagai penikmat hiburan di atas, saya akan menganggapnya sebagai the new normal (normal yang baru).
Kendati bagi saya menonton stand up terasa aneh jika hanya dilakukan online, bagaimana bisa kita berbagi keriangan menertawai keresahan dan kritik-kritik sosial tanpa melihatnya langsung dari panggung? Atau bagaimana bisa menikmati suasana stadion yang penuh antusiasme dalam pertandingan sepakbola harus hilang?
Dunia mesti siap mendapati hal baru yang dianggap normal baru dalam beberapa aspek kehidupan. Sejalan dengan dua contoh di atas, birokrasi dan pemerintahan juga harus beradaptasi dengan dampak pandemik Covid-19. Adaptasi itu kemudian menjadi sesuatu normal yang baru.
Pembatasan sosial berskala besar di beberapa daerah dan surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) memaksa jutaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengubah cara kerja mereka, bekerja dari rumah.
Sudah lebih dari sebulan lamanya PNS bekerja dari rumah. Perubahan metode ini sesungguhnya cukup radikal, tidak ada yang menduga pekerjaan sebagian birokrasi harus dijalankan dari rumah.
PNS yang terbiasa hadir di kantor, harus mengisi daftar hadir elektronik tiap pagi ketika datang dan pulang. Terkadang harus ikut rapat bersama pimpinan untuk memutuskan pelayanan, atau melakukan perjalanan dinas untuk berkoordinasi dengan instansi lain semuanya harus dilakukan dari jarak jauh.
Entah kapan pandemik Covid-19 akan berakhir. Ketika pandemik ini berakhir, para PNS harus siap dengan normal yang baru dalam kehidupan pekerjaan mereka. Bukan tidak mungkin pihak swasta dan masyarakat luas juga mau tidak mau terkena imbasnya dan harus beradaptasi.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi normal yang baru dalam kehidupan PNS. Pertama, pertemuan secara daring berupa teleconference akan menjadi hal yang lumrah. Rapat dan diskusi dalam setiap kegiatan birorkasi ternyata dapat dilakukan secara daring.
Saat ini banyak aplikasi yang menawarkan dukungan untuk melakukan teleconference sehingga rapat secara daring pun mudah dilaksanakan. Lebih lanjut, pelaksanaan workshop atau sosialisasi juga dapat dilakukan secara daring. Sehingga pelaksanaan rapat koordinasi antar instansi yang terbiasa dilakukan di hotel atau gedung pertemuan lainnya, dapat dilakukan di dunia maya.
Dampaknya, tentu menghemat biaya perjalanan dinas yang harus dikeluarkan banyak instansi. Pelayanan secara daring juga akan memudahkan masyarakat karena dapat menghemat waktu dan biaya transportasi. Pada titik ini, kepuasan publik atas pelayanan yang dilakukan akan meningkat.
Kedua, pelaksanaan kerja yang tidak kaku. Dampak positif bekerja dari rumah adalah semakin mudahnya alur birokrasi. Prosedur pekerjaan menjadi tidak terlalu kaku, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Dengan bantuan aplikasi perkantoran berbasis daring, pelaksanaan pekerjaan menjadi lebih baik. Misalnya, proses tanda tangan dokumen dapat dilakukan secara elektronik. Tanda tangan digital menjadi hal yang lumrah dalam naskah-naskah resmi yang dikeluarkan pemerintah.
Fakta ini membuktikan bahwa proses penandatanganan dirancang menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Di masa depan mungkin kita tidak lagi melihat adanya nashkah dengan tanda tangan dan cap basah karena sudah berganti dengan bentuk tanda tangan digital.
Organisasi Tidak KakuPelaksanaan pekerjaan yang tidak kaku akan membuat banyaknya ide yang dapat mengalir dari level staf. Jenjang birorkasi yang hirarkis, membuat semakin jauhnya jarak dari pimpinan hingga level staf. Hal ini menimbulkan rasa sungkan untuk memberikan masukan atau mengkoreksi kebijakan.
Pertemuan secara daring membuat jarak tersebut terhapus, melalui media teleconference atau rapat contohnya di grup whatsapp messenger, mampu menghilangkan rasa sungkan tersebut. Teleconference biasanya dilakukan dalam suasana santai, bahkan dengan pakaian yang santai pula, sehingga membuat para peserta pertemuan juga lebih rileks.
Melalui pelaksanaan pekerjaan dan pertemuan secara daring seperti ini, masukan dan koreksi dapat dikemukan tanpa tekanan. Sehingga diharapkan banyak ide segar yang lebih banyak muncul. Tentu saja perbaikan organisasi akan berjalan sangat produktif.
Ketiga, waktu pekerjaan yang lebih fleksibel. Selama ini pekerjaan yang dilakukan PNS terbatas dengan waktu yang cukup rigid, jam 07.30 hingga 16.00. Bekerja dari rumah membuat pelaksanaan pekerjaan akan menjadi lebih fleksibel.
Pekerjaan dapat dimulai lebih pagi atau lebih sore karena tidak ada waktu yang habis dilakukan untuk perjalanan dari rumah ke kantor. Bahkan pekerjaan dapat pula dilakukan pada malam hari.
Bagi sebagian PNS lain, fleksibilitas waktu dapat menjadi hal normal yang baru. Kecuali staf front office yang menjadi ujung tombak pelayanan publik. Waktu yang lebih fleksibel ini membuat produktivitas PNS meningkat.
Keempat, pelaksanaan tugas secara daring akan mengorbankan biaya internet yang tinggi. Pada pelaksanaan pekerjaan seperti inilah kebutuhan dasar PNS akan bertambah: biaya komunikasi. Biaya ini akan sama dengan uang makan yang tiap bulan telah diterima oleh PNS.
Melalui penghematan biaya perjalanan dinas, pemberian tunjangan komunikasi sejatinya bukan hal berat bagi keuangan negara.
Infrastruktur TIK Dalam The New NormalKeberhasilan bekerja dari rumah bagi PNS akan menjadikannya sesuatu normal yang baru dalam birokrasi. Kondisi normal baru ini akan mempengaruhi sektor swasta dan pelayanan publik kepada masyarakat.
Mulai dari metode pelayanan yang berbasis teknologi, fleksibilitas waktu, hingga stigma pemborosan uang negara dapat dihilangkan. Awalnya mungkin terasa janggal, namun pandemik ini memaksa kita menerimanya sebagai suatu yang normal, normal yang baru.
Keempat hal di atas mungkin menjadi hal normal yang baru dalam kehidupan birokrasi. Untuk mewujudkannya ada beberapa tantangan yang perlu diselesaikan. Ketersediaan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) menjadi hal yang utama dalam kegiatan normal yang baru.
Keterpaksaan untuk melakukan kerja dari rumah membuat perkembangan TIK di birokrasi menjadi lebih cepat. Infrastruktur TIK yang dibutuhkan bukan hanya untuk menunjang pekerjaan PNS, tetapi juga untuk kebutuhan seluruh masyarakat.
Kendala dari norma baru birokrasi ini ada di daerah. Instansi pusat relatif tidak mengalami masalah akses dan prasaran, sementara di daerah tidak semuanya mendapat dukungan perangkat TIK yang baik.
Masalah pemerataan infrastruktur bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi tantangan negara. Kondisi ini memang menjadi tantangan besar, tetapi salah satu hikmah yang dapat kita ambil dari pembatasan sosial skala besar saat ini adalah ternyata infrastruktur TIK sangat mungkin untuk dikembangkan.
Melalui keberhasilan kerja dari rumah, bukan tidak mungkin dapat diberlakukan metode kerja baru bagi PNS: teleworking.
Menurut Golden (2006) pekerjaan yang dilakukan secara telework didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan dengan basis yang berbeda dengan pekerjaan secara tradisional dengan menggunakan bantuan teknologi.
Berdasarkan pengertian tersebut dan melihat normal yang baru di atas, di masa mendatang pekerjaan PNS dapat dilakukan dengan metode teleworking. Teleworking bukan hanya sebatas melakukan pekerjaan dari ruamh, tetapi juga bekerja dari tempat lain selain kantor. Contohnya, working space, perpustakaan umum atau cafe dapat menjadi opsi tempat untuk bekerja.
Secara umum, bekerja dari rumah mungkin dapat dikatakan efektif bagi sebagiqn dari kita dengan banyak kemudahan dari sisi teknologi dan pengaturan waktu yang baik. Akan tetapi bekerja dari rumah sebenarnya mengurangi banyak kemampuan sosial yang kita miliki.
Sebagai makhluk sosial, kita akan merasakan bahwa bekerja sendirian dari rumah bukanlah sesuatu yang nyaman. Perasaan itu akan dirasakan apabila dilakukan secara terus-menerus.
Pengaruh secara psikologis dan sosial sangat mungkin mendera para pekerja baik itu sektor swasta dan di birokrasi. Sangat penting untuk kembali merenungkan bagaimana keseimbangan kehidupan sosial dan kehidupan spiritual kita.
Bahwa suasana bekerja dalam sunyi, sejatinya dapat meningkatkan sisi spiritual kita sebagai individu agar dapat memperoleh kedamaian. Hal inilah yang akan membantu kita lebih fokus dan lebih produktif dalam bekerja.
Suarlan
Penulis adalah Pegawai Negeri Sipil, Staf Sub bagian Organisasi dan Tata Laksana di Badan Informasi Geospasial (BIG)