Berita

Yasonna H. Laoly/Net

Hukum

Tiket Asimilasi Dihargai Rp 5 Juta, Pengamat: Tidak Ada Alasan Lagi Bagi Jokowi Untuk Tidak Mencopot Yasonna

RABU, 15 APRIL 2020 | 17:29 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Pembebasan 30 ribu sampai 35 ribu narapidana oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dengan adanya program asimilasi dan integrasi di tengah pandemik Covid-19 berujung kontroversi.

Pasalnya, ada beberapa warga binaan yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman, baru bisa bebas setelah membeli "tiket" asimilasi jutaan rupiah dari oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah berpandangan, tidak ada lagi alasan bagi Presiden Joko Widodo untuk tidak mencopot Menkumham Yasonna H. Laoly.


"Presiden semestinya miliki cukup alasan untuk mencopot Yasonna, dan lakukan audit besar-besaran untuk Kemenkumham, terutama gagasan yang jelas-jelas tidak baik bagi negara," kata Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/4).

Sebab, menurut Dedi, sejak awal ide pembebasan napi tersebut sulit diterima oleh akal sehat. Di tengah pandemik Covid-19, puluhan ribu napi justru dibebaskan.

"Sejak awal ide pembebasan ini di luar nalar yang baik, ada kesan Yasonna miliki agenda lain yang justru berpihak pada kemunduran," sesalnya.

Atas dasar itu, pengamat politik dari Universitas Telkom ini menilai Menkumham adalah orang yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas situasi ini. Sebab, praktek kotor "tiket" asimilasi yang harus dibeli puluhan ribu napi dari oknum petugas Lapas merupakan bentuk korupsi.

"Tentu Menkumham adalah orang paling bertanggungjawab, tidak saja karena indikasi kasus tiketing pembebasan, tetapi juga karena telah salah mengambil kebijakan yang berakibat kejahatan," pungkasnya.

Diberitakan, seorang napi berinial A (37), diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi. Menurut narapidana Lapas Cipinang itu, jika tidak membayar uang tersebut, dirinya tidak bisa ikut program asimilasi dan bebas dari penjara.

Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dapat menjalani sisa masa tahanan di rumah bersama keluarga. Dia menuturkan para narapidana yang 'ditarik' uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski rutin wajib lapor.

Ditambahkan S, berada di rumah dengan keluarga lebih baik ketimbang di penjara karena harus mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya