Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Dampak Covid-19, Mau Tidak Mau Cetak Uang Baru Dan Jangan Alergi Bantu Pengusaha

SELASA, 07 APRIL 2020 | 12:54 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan dampak pandemi Covid-19 lebih kompleks dibandingkan dengan krisis moneter 1998 dan krisis keuangan 2008 lalu.

Menurut Misbakhun, perlu disamakan dulu persepsinya mengenai krisis yang seperti apa.

“Perlu samakan persepsi sizing krisisnya seperti apa. Dari bahan yang ada, apa yang terjadi saat ini akan mengalami situasi lebih dibandingkan Great Depresion 1928, 1998, dan 2008. Kalau saat itu hanya sebagian negara yang terkena dampak, sekarang ini total, karena kalau sekarang dari sisi supply dan demand," ujar Misbakhun,  dalam Rapat Kerja (raker) virtual Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan.

Ia pun meminta Sri Mulyani agar segera menghitung dan mengukur dengan cermat sebesar apa dampak tersebut.

"Jangan pernah underestimate krisis ini," lanjut Misbakhun.

Ia mengkhawatirkan kebijakan-kebijakan yang sudah ada tidak disinkronisasi dengan baik, maka golden momentum akan hilang.

Ia menyimak berdasarkan sejumlah pengamat, bahwa kondisi ekonomi yang terjadi saat ini masih dalam tahap awal. Sementara puncak yang sebenarnya tidak ada seorang pun yang dapat memprediski. Untuk itu Pemerintah haruslah cermat menghitung hal ini.

"Pada 1998, hanya sektor moneter yang kena, tetapi ekonomi yang dibangun Presiden Soeharto 32 tahun, langsung turun minus 13 persen. saat itu kita melakukan bailout Rp 600 triliun atau 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kita. Jadi sekarang bagaimana Pemerintah mengimplementasikan (kebijakan) dengan cepat," ujarnya.

Ia menduga PDB akan mengalami penyusutan yang risikonya harus dihitung sampai berapa persen.

"Kalau saya harus mengatakan, mau tidak mau, quantitatif easing (QE) yang dilakukan Pemerintah adalah melakukan pencetakan uang baru, tidak bisa tidak," saran Misbakhun.

Quantitatif easing (QE) adalah kebijakan moneter non-konvensional yang dipakai bank sentral untuk mencegah penurunan suplai uang ketika kebijakan moneter standar mulai tidak efektif.

Dengan melakukan QE dengan pencetakan uang baru, politikus partai Golkar dari dapil Jatim II ini memandang keberlangsungan ekonomi akan tetap terjaga, dibandingkan dengan meminjam dari lembaga donor internasional.

“Ini menjadi pertaruhan bagi Bank Indonesia yang sudah diberikan kewenangan. Pada saat seperti ini, risiko pencetakan emisi ada dua, capital outflow atau capital flight dan inflasi. Ini baik meningkat dari pada tidak melakukannya sama sekali. Perlu disamakan dulu QE-nya seperti apa," jelasnya.

Amerika sendiri telah mengeluarkan kebijakan ekonomi terkait dampak virus corona dengan mengeluarkan emergency fund  2 triliun dollar AS dan penurunan suku bunga the Fed hampir 0 persen. Suku bunga belum cukup masih ditambah dengan QE dan penjaminan.  

Misbakhun menghitung, QE di AS sudah mencapai 9 triliun dollar AS. Untuk itu perlu Pemerintah menyamakan persepsi mengenai QE terlebih dulu.

Misbakhun menegaskan agar jangan mengganggu cadangan devisa dan sebaiknya agar mencetak uang.

"UMKM pertama kali harus di-bailout, bayarkan listik dan sebagainya. Ditambah bidang usaha. Jangan alergi untuk membantu pengusaha, karena merekalah kita bisa tumbuh ekonomi,” tegas Misbakhun.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52

Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26

Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54

Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43

Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35

PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16

Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36

PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20

Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50

Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29

Selengkapnya