Berita

Evi Novida Ginting bersama komisioner KPU dan lawyer/Net

Politik

Ajukan Keberatan Administratif Terkait Sanksi Pemecatan, Evi Novida Ginting Bawa Lawyer Ke DKPP

SENIN, 23 MARET 2020 | 19:06 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Komisioner Komisi Pemiliham Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengajukan upaya administratif ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), karena keberatan dengan putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019.

Putusan tersebut menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Evi Novida Ginting Manik. Karena Ketua Divisi Tekhnis KPU ini dianggap melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, terkait selisih suara Pileg 2019 silam di dapil Kalimantan Barat 6.

"Oleh karenanya pada hari ini, dengan mempedomani UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, saya mengajukan keberatan kepada DKPP terhadap Putusan DKPP 317-PKE-DKPP/X/2019," kata Evi Novida Ginting Manik, Senin (23/3).

Adapun ajuan keberatan tersebut dilakukan Evi Novida Ginting dengan ditemani 5 komisioner dan tim lawyer. Dalam kesemepatan tersebut, dia juga membawa dokumen keberatan setebal puluhan halaman.

Lebih lanjut, Evi Novida Ginting menyampaikan beberapa poin keberatannya yang ada di dokumen tersebut. Beberapa diantaranya mengenai poin kesimpulan putusan DKPP, yang memberikan sanksi pemecatan tetap terhadap dirinya.

Kemudian, proses peradilan yang dilakukan DKPP juga dianggap cacat hukum oleh Evi Novida Ginting. Karena, perkara yang dituntut oleh caleg DPRD dapil Kalbar 6 dari Partai Gerindra, Hendri Makaluasc, sudah dicabut.

Selain itu, pengambilan keputusan yang dilakukan DKPP juga tidak korum, yakni dihadiri oleh 7 orang anggota DKPP atau paling minim 4 orang. Tapi dalam sidang putusan ini, anggota DKPP yang hadir hanya 4 orang.

"Bahwa terdapat cacat prosedur yang dilakukan oleh DKPP baik pada mekanism beracara maupun dalam proses pengambilan keputusan," terang Evi Novida Ginting.

"Perbuatan tersebut tidak saja telah mengesampingkan hukum, tetapi juga telah secara nyata melanggar asas legalitas, sehingga putusan tersebut berpotensi melanggar etika," pungkasnya menambahkan.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya