Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Publika

HARGA MINYAK AMBRUK-BATUBARA JATUH

Kalaupun Bertahan Jokowi Cuma Memaksakan Diri, Jadi Mau Apa Lagi?

RABU, 11 MARET 2020 | 10:55 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

MASALAH yang dihadapi keuangan pemerintah saat ini bukan merupakan dampak dari situasi sekarang semata, namun dampak akumulasi selama lima tahun terakhir.

Tata kelola keuangan yang buruk, utang tanpa perhitungan, dan penggunaan dana publik secara sembarangan dalam proyek-proyek pemerintah. Sementara pendapatan negara merosot.

Apa pemicunya merosotnya pendapatan negara? Paling besar faktor harga minyak mentah yang rendah selama lima tahun terakhir. Harga minyak yang rendah mengakibatkan pendapatan negara baik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jatuh, dan penerimaan negara dari pajak sektor migas juga jatuh.

Pendapatan negara dari pajak migas jatuh dikarenakan juga investasi yang sektor migas akan melemah. Tidak ada lagi investor yang tertarik masuk ke dalam sektor hulu migas. Akibatnya pendapatan pajak juga menjadi sangat minim. Secara bersamaan PNBP migas dan pajak migas berkurang secara bersamaan.

Memang tahun 2018 kejatuhan harga minyak, masih tertolong oleh harga batubara yang masih bagus. Sehingga pendapatan negara masih ada dari sektor batubara. Sebagaima tahun 2018 keduanya masih mengkontribusikan PNBP mencapai Rp 400-an triliun. Namun tahun 2019 dan saat ini kedua komoditi andalan yang menopang pendapatan negara ini ambruk. Maka dampaknya PNBP dan pajak sektor migas dan batubara akan ambruk secara bersamaan.

Celakanya lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin melemah akibat dari penurunan harga komoditas minyak, gas, batubara, sawit, dan lain sebagainya. Sehingga pendapatan negara dari PNBP dan pajak secara otomatis akan berkurang secara drastis.

Pelemahan pertumbuhan ekonomi kian diperparah oleh pelemahan pasar ekspor. Lagi-lagi ekspor komoditas kehilangan pasarnya yakni Tiongkok sebagai pasar utama dan negara negara sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi yang rendah ini akan memukul penerimaan pajak pemerintah.

Keadaan semakin berat karena analisis dan cara pandang pemerintah terhadap keadaan yang terjadi keliru. Roadmap pemerintah salah dalam memetakan kondisi ekonomi global, kecenderungannya, dan pembacaan ekonomi nasional dan kecenderungannya. Semua peta di atas meja pemerintah Jokowo keliru, sehingga respons terhadap keadaan menjadi salah dan fatal.

Tindakan paling gegabah adalah mengggunakan dana publik untuk menopang APBN, seperti dana perbankan terutama bank BUMN, dana perusahaan asuransi, dana Jamsostek, dana Asabri, dana Taspen dan dana pensiun karyawan BUMN.

Penggunaan dana-dana publik tersebut dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek jangka panjang seperti infrastruktur. Sehingga sekarang mewariskan beban kewajiban yang sangat besar bagi keuangan pemerintah.

Ditambah lagi semu investasi yang digalakkan pemerintah seperti property dan infrastruktur itu adalah bisnis yang tidak menghasilkan devisa bagi negara. Sehingga hal ini tidak dapat menolong kewajiban negara dalam utang valuta asing yang sudah sangat besar.

Pendapatan negara dari pajak sektor infrastruktur maupun property juga kecil. Jadi sama sekali tidak menolong kondisi membesarnya kewajiban utang pemerintah.

Jika pelemahan harga minyak yang saat ini berada pada harga 31 dolar AS perbarel dan harga batubara yang berada di 45 dolar AS perton ini terus berlanjut maka hampir dipastikan Jokowi tidak mungkin dapat melanjutkan APBN 2020.

Hal yang lebih mengkuatirkan adalah bagaimana cara pemerintah membayar dana publik, seperti dana bank, dana Jamsostek, dana haji, dana Asabri, dana pensiun, dana Taspen, dana seluruh perusahaan asuransi yang saat ini dibenamkan dalam surat utang negara? Wallahualam.

Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Masyarakat Tidak Perlu Panik, DPR Pastikan Distribusi Gas Melon Lancar

Senin, 10 Februari 2025 | 23:18

Polres Pelabuhan Belawan Tangkap Empat Pelaku Tawuran, Hasil Tes Urine Positif Narkoba

Senin, 10 Februari 2025 | 22:50

Dekatkan Dunia Usaha dengan Mahasiswa, UNHAS Gandeng Asprindo

Senin, 10 Februari 2025 | 22:31

Faizal Assegaf: Raja Kecil itu Bahlil

Senin, 10 Februari 2025 | 22:20

Polda Metro Jaya: Pers Berikan Manfaat Bagi Polisi dan Masyarakat

Senin, 10 Februari 2025 | 22:08

Ketua Komisi V: Anggaran IKN Diblokir Bukan Berarti Dihentikan

Senin, 10 Februari 2025 | 22:02

Jenderal Agus Subiyanto Rotasi 65 Pati, Paling Banyak Matra Angkatan Darat

Senin, 10 Februari 2025 | 21:56

Wariskan Banyak Masalah, Jokowi Harus Diseret ke Penjara

Senin, 10 Februari 2025 | 21:51

Tim Transisi Pramono-Rano Pastikan Warga Tak Terkendala Air Bersih

Senin, 10 Februari 2025 | 21:46

Ted Sioeng Akui Sempat Kabur ke Singapura, Diringkus di China

Senin, 10 Februari 2025 | 21:44

Selengkapnya