Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Diingatkan, Pengamat: Pemerintah Sebelum Jokowi Sudah Komitmen Tidak Ngutang Di IMF

SENIN, 09 MARET 2020 | 01:32 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Penyebaran virus corona (Covid-19) semakin hari semakin mengkhawatirkan. Tercatat hingga hari ini sudah puluhan negara  terjangkit virus yang berasal yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Sedangkan untuk di dalam negeri sendiri, pemerintah sebelumnya sangat percaya diri bahwa Indonesia zero corona.

Namun, tak lama berselang presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ada WNI yang positif tertular virus Corona. Bahkan, sampai hari ini telah diumumkan enam WNI terjangkit virus mematikan ini.


Seiring dengan hal tersebut, International Monetary Fund (IMF)
menyiapkan pinjaman darurat sebesar 50 miliar dolar AS bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus corona.

Pengamat politik yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi melihat sejauh ini belum ada indikasi pemerintah Indonesia mengambil kesempatan tersebut untuk berhutang.

"Pemerintah Indonesia terutama sebelum era Jokowi telah berkomitmen untuk lepas dari hubungan hutang dengan IMF, sehingga jika pemerintah Jokowi akan memanfaatkan momentum Covid-19 untuk menambah hutang ke IMF akan dianggap sebagai pengingkaran," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (8/3).

Untuk alasan kedua, Ade menjelaskan, jika merujuk pada kualifikasi yang dinyatakan pemerintah AS maka Indonesia tidak termasuk negara berkembang dan miskin yang dapat mengakses pinjaman darurat IMF.

Selain itu, belum ada ukuran yang kredibel tentang dampak ekonomi yang terukur atas pandemi Covid-19 bagi Indonesia sehingga dapat menjustifikasi perlunya mengakses pinjaman darurat IMF.  

Meski demikian, tetap ada kemungkinan situasi berubah cepat atas kebijakan pemerintah mengingat pandemi Covid-19 belum menunjukkan tren penurunan yang signifikan secara global.

Jika pemerintah memilih opsi untuk menambah pinjaman luar negeri dari IMF, ini berpotensi menambah beban negara di tengah perlambatan  ekonomi global dan penurunan investasi di Indonesia.  

"Langkah efisiensi belanja birokrasi dan mengkalkulasi ulang sejumlah proyek mercusuar yang menyedot anggaran justru lebih realistis dilakukan saat ini," pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya