Permohonan uji materil Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Barat Surya Efitrimen dan Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang putusan yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu kemarin (29/1), MK menyebutkan bahwa frasa Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten/kota yang termaktub di dalam UU 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentang dengan UUD 1945.
Atas dasar itu, MK berpendapat bahwa ketidakseragaman pengaturan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan akan berdampak, terutama dalam penyelenggaran Pilkada.
Dampak ketidakseragaman itu, disebutkan MK yakni terhadap keberadaan dua institusi pengawas penyelenggaraan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, di tingkat kabupaten/kota, dengan pemilihan kepala daerah.
Oleh karena itu, MK memutus menghapus Panwaslu dan mengubah nomenklatur Panwaslu tingkat kabupaten/kota menjadi Bawaslu kabupaten/kota.
Hal ini sesuai dengan frasa yang tertulis di dalam UU Pemilu 17/2017. Dimana, Panwaslu Kabupaten/Kota sudah diubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota, dan ditetapkan sebagai lembaga yang bersifat tetap (permanen) dengan keanggotaan selama lima tahun.
Secara otomatis, perubahan Panwaslu menjadi Bawaslu yang diputuskan MK ini juga diikuti dengan perubahan mekanisme pengisian jabatan anggota Bawaslu kabupaten/kota.
Yang mana, MK juga memutuskan untuk menghapus Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UU 1/2015 yang menyebutkan, 'Panwaslu dibentuk paling lambat sebulan sebelum tahapan persiapan penyelenggaraan pemilu dan dibubarkan dua bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu selesai'.
Kemudian, mekanisme pemilihan Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi juga ditiadakan oleh MK, dan diubah kewenangannya kepada Bawaslu RI.
Menurut Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin, pitusan MK ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan pihaknya. Sebab, tumpang tindih pengawasan pemilu oleh lembaga ad hoc ditingkat kabupaten/kota, menjadi polemik yang selama pemilu 2019 dan sebelumnya terjadi.
"Sesuai yang kita harapkan dan pikirkan, Panwaslu is Bawaslu," sebut Afif saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/1).
Lebih lanjut, mantan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR) ini menegaskan bahwa, kepastian hukum terhadap Bawaslu kabupaten/kota telah jelas ketika putusan MK ini keluar.
"Jadi sudah tidak ada lagi pertanyaan apakah panwaslu itu Bawaslu? MK jelas sudah menyatakan itu," pungkas Afif.