Berita

Jiwasraya/Net

Politik

Demokrat Ngotot Bentuk Pansus Jiwasraya, PDIP: Kurang Relevan

KAMIS, 23 JANUARI 2020 | 22:47 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Rencana pembentukan panitia khusus (Pansus) Jiwasraya sebagaimana sangat diinginkan Fraksi Demokrat di Komisi VI DPR RI dinilai kurang relevan.

Pasalnya, Kementerian BUMN telah melakukan upaya penanganan kasus gagal bayar polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya.

Begitu disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1).


"Menteri BUMN ada tiga opsi holding juga sudah disampaikan. Saya melihat pansus menjadi tidak atau kurang relevan," kata Aria.

Menurut Politisi PDI Perjuangan ini, pada kasus Jiwasraya yang terjadi yakni soal kesalahan manajemen perasuransian dan tidak ada kaitannya dengan pemerintah.

"Karena yang terjadi adalah masalah miss management atau kurang kewaspadaan, lemahnya fungsi pembinaan Menteri BUMN terhadap kinerja BUMN atau kinerja Jiwasraya khususnya," ujarnya.

"Jadi tidak ada satu kebijakan yang harus dinilai dari sisi UU," imbuhnya menegaskan.

Lebih lanjut, Aria menegaskan bahwa panitia kerja (Panja) yang telah terbentuk oleh Komisi VI DPR RI akan terus bekerja untuk mengusut tuntas kasus Jiwasraya. Meskipun, fraksi Demokrat di Komisi VI tidak menghendaki adanya panja karena lebih ngotot dengan pembentukan pansus.

"Oh tanpa (Demokrat), enggak hadir tadi di acara panja. Dan kami tidak mempersoalkan karena dari sembilan fraksi, delapan (fraksi) sudah menyetujui," pungkasnya.

Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan tersangka yakni; eks kepala divisi investasi ‎Jiwasraya Syahmirwan, eks direktur utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

Diketahui, Harry Prasetyo merupakan mantan 'orang istana', dia pernah menjabat di Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sebagai tenaga ahli utama.  

Kemudian, Komisaris PT Hanson Internasional Tbk Benny dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral, Heru Hidayat.

‎Kelimanya dijerat melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya