Berita

Ilustrasi/Net

Publika

APBN Krisis Pendapatan, Sebaiknya Pembangunan Ibukota Baru Ditunda

RABU, 22 JANUARI 2020 | 19:50 WIB

"SEBAGAI aktivis sangat mengharapkan Indonesia maju dan kritik adalah bagian untuk memajukan Indonesia".

Realisasi APBN 2019 mengalami krisis pendapatan negara, karena rasio pendapatan negara hanya sebesar 12,20 persen dari PDB atau yang terendah setelah krismon.

Akibatnya, APBN semakin tergantung pada utang dan tanpa utang APBN kolaps. Karena itu, pembangunan ibukota baru yang sebagian anggarannya dari APBN sebaiknya ditunda. Mengapa?


Pertama, realisasi APBN 2019 menglami shortfall (kekurangan pendapatan) sebesar Rp. 207,9 triliun dari target Rp. 2.165,1 triliun sehingga pendapatan negara hanya sebesar Rp. 1.957,2 triliun.

Namun, jika tidak ada setoran surplus Bank Indonesia yang sebelumnya tidak pernah terjadi sebesar Rp. 30,09 triliun, shortfall akan naik menjadi Rp. 237,99 triliun.

Akibatnya, realisasi pendapatan negara APBN 2019 turun menjadi sebesar Rp.1.927,11 triliun atau lebih rendah dari realisasi pendapatan negara APBN 2018 sebesar Rp.1,943,67 triliun.

Realitas fiskal tersebut akan membuat pendapatan negara APBN 2020 mengalami shortfall, diperkirakan minimal sebesar Rp. 150 triliun sehingga realisasi pendapatan negara menjadi sebesar Rp. 2.083,2 triliun dari target Rp. 2.233,2 triliun.

Dan, jika perkiraan itu benar, maka rasio pendapatan negara APBN 2020 sebesar 11,93 persen dari PDB merupakan rekor terendah baru setelah krismon.

Kedua, sebanyak 135 juta dari penduduk indonesia masuk dalam kelompok warga miskin (miskin dan rentan miskin) Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan.

Karena itu, sejatinya anggaran belanja negara yang terbatas harus digunakan untuk meningkatkan anggaran jaring pengaman sosial dan pembangunan sumber daya manusia serta pembangunan infrastruktur prioritas.

Sebab itu, pembangunan ibukota baru sebaiknya ditunda karena tidak menguntungkan bagi warga miskin. Mungkin, yang diuntungkan para oligark jika terjadi pembebasan lahan ribuan hektar yang dikuasai oleh mereka.

Dan, jika itu terjadi maka inilah drama Indonesia, pada awalnya negara memberikan hak guna usaha kepada para oligark, kemudian ketika membutuhkan negara membeli dari mereka dengan uang dari hasil utang.

Yusuf A.R.
Penulis adalah pemerhati ekonomi politik, mantan aktivis KAPPI.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya