Kamin dan istrinya harus tinggal di samping kandang kambing/RMOLJatim
Janji manis pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya masih jauh panggang dari api. Salah satu potret kemiskinan yang paling miris nan memilukan terlihat di Ngawi, Jawa Timur.
Seperti kehidupan di bawah garis kemiskinan yang dialami Kamin dan keluarganya di Dusun Sawahan, RT 10/RW 02, Desa Gentong, Kecamatan Paron, Ngawi. Mereka terpaksa tinggal di samping kandang kambing.
Pria berumur 50 tahun tersebut mengaku tidak punya tempat tinggal selama 15 tahun. Bersama istrinya Suliyem (52) dan putra semata wayangnya Dion Bagas Saputra (9), ia harus rela berbagi ruang kecil dengan 4 ekor kambing piarannya dengan jarak sekitar 1 meter saja.
Saking dekatnya dengan kandang kambing, Samin dan keluarganya pun mengaku selalu mencium bau pesing dan kotoran.
"Iya sering mencium bau pesing dari kencingnya kambing itu. Bahkan nyamuknya luar biasa, apalagi musim hujan begini," ungkap Kamin, Minggu, (29/12), dikutip
Kantor Berita RMOLJatim.Ironisnya, tanah yang digunakan sebagai kandang kambing sekaligus tempat tinggalnya itu pun milik warga sekitar. Termasuk kambing-kambing yang ia pelihara. Sementara Dion yang masih duduk di bangku kelas 2 SDN Gentong pun harus menumpang di rumah tetangga untuk bisa belajar.
Untuk bisa bertahan hidup, Kamin dan istrinya hanya bisa berkerja sebagai buruh tani dan pekerja serabutan yang penghasilannya sangat tidak menentu.
Sambil mengusap air mata, Kamin menuturkan jika pekerjaan sepi dia terpaksa mencari barang rosok yang bisa dijual kembali. Hasilnya untuk beli beras dan membiayai putranya sekolah.
Dari pengakuannya, hingga kini ia bersama istrinya tidak memiliki kartu identitas keluarga maupun surat kependudukan, baik KTP dan KK.
"Oleh pemerintah desa baru saja diberi surat domisili saja dan itu sementara walaupun sekeluarga ini sudah belasan tahun tinggal di sini," jelas Kamin.
Akibat keterbatasan akses yang dimiliki Kamin, keluarganya pun tidak pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah baik sembako atau bedah rumah. Kamin hanya sesekali mendapatkan beras sembako dari pemerintah yang harus dibagi lagi dengan warga sekitar.
Dengan potret kehidupan sangat minus yang dialami Kamin bisa diasumsikan kebijakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan harus dikaji ulang. Justru fakta kemisikinan keluarga Kamin menunjukkan kalau kemiskinan di Ngawi masih kronis.
Lalu ke mana arah setumpuk program perekonomian berbasis rakyat miskin baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun RTLH? Padahal data dari Dinas Sosial (Dinsos) Ngawi pada 2019, jumlah penerima bantuan PKH menurun dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2018 lalu jumlah penerima PKH mencapai 47 ribu Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Pada 2019 ini berkurang 1.488 penerima menjadi 45.512 KPM yang tersebar di 217 kelurahan/desa dari 19 kecamatan di wilayah Ngawi.
Dari data KPM yang berkurang tersebut, 45 penerima mundur karena termasuk keluarga mampu dan 8 penerima mundur mandiri.
Tri Pujo Handono Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Ngawi mengatakan, berkurangnya penerima PKH setelah dinyatakan tidak memenuhi 6 komponen penilaian lagi atau dianggap sudah mapan.