Berita

Pangeran Abdulaziz/net

Dunia

Arab Saudi Kesal, Opec Dan Opec+ Curang!

SENIN, 02 DESEMBER 2019 | 06:23 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Arab Saudi tampaknya sudah kehabisan kesabaran dengan adanya dugaan kecurangan di tubuh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan OPEC+, terkait dengan kebijakan memangkas produksi minyak.

Komitmen pemangkasan produksi minyak itu dilakukan guna mengimbangi kelebihan produksi dari negara-negara produsen minyak lainnya seperti Irak dan  Rusia.

Namun, faktanya negara-negara anggota justru memproduksi dengan jumlah di atas kesepakatan.


Menteri Perminyakan Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, mengisyaratkan posisi Arab Saudi sebagai produsen dominan di OPEC tidak akan mengkompensasi ketidakpatuhan para anggota lainnya.

Pada pertemuan OPEC di Wina, Austria, 5 Desember mendatang, Pangeran Abdulaziz akan menentukan langkah Arab Saudi terkait hal ini.

"Arab Saudi mengambil langkah yang lebih sulit dari keputusan sebelumnya," kata Amrita Sen, Kepala Analis Minyak di konsultan Energy Aspects Ltd. di London, Minggu (1/12).

Menteri Perminyakan Saudi sebelumnya,  Al-Falih, masih bisa mentolerir kecurangan dan mencoba membujuk negara-negara OPEC+ untuk memotong produksinya sebanyak yang mereka janjikan. Tapi ketika peringatannya gagal dan harga minyak jatuh, ini membahayakan proses IPO Aramco.

Pejabat Saudi mengatakan Pangeran Abdulaziz hanya akan mengulangi strategi Saudi selama puluhan tahun, yakni semua pihak perlu berkontribusi untuk memangkas produksi, dan berhasil. Selama masa jabatan Ali Al-Naimi, menteri perminyakan dari 1995 hingga 2016, Riyadh dengan tegas menolak pemangkasan produksi lebih dalam dari yang telah disepakati dalam pertemuan OPEC.

Sang pangeran sudah mensinyalkan komitmen Saudi ini ketika ia menghadiri pertemuan komite OPEC + di Abu Dhabi pada September lalu.

"Setiap negara dihitung tidak dari ukurannya [produksinya]," kata Pangeran Abdulaziz pada sesi pembukaan pertemuan.

Namun,  kecurangan meluas. Irak, misalnya, harusnya memproduksi tidak lebih dari 4,51 juta barel per hari, tetapi dalam beberapa bulan ini menghasilkan hampir 4,8 juta barel per hari.

Kebijakan mentolerir kecurangan ini sudah mahal bagi kerajaan. Riyadh terpaksa mengurangi produksinya sendiri sebanyak 700.000 barel per hari di bawah kuota OPEC + sendiri untuk mencegah jatuhnya harga minyak.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya