Berita

Ilustrasi China Diperkirakan Mengalami Perlambatan Ekonomi/Net

Bisnis

Perlambatan Ekonomi China Menjelang Akhir Dekade 2020

JUMAT, 29 NOVEMBER 2019 | 09:27 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pertumbuhan ekonomi China bisa turun hingga 4 persen selama dekade berikutnya. Investasi yang tidak berkelanjutan dan kebijakan yang bertujuan meredam perlambatan ekonomi negara itu, adalah faktor penyebabnya.

“Jika Beijing tidak dapat menangani tantangan yang berasal dari populasi yang menua, tingkat utang, dan investasi yang jatuh selama beberapa tahun ke depan, China mungkin harus berjuang untuk mempertahankan pertumbuhan di atas 4 persen antara tahun 2020 dan 2030,” kata Gao Shanwen, ekonom dari Essence Securities, dalam pidatonya beberapa waktu lalu seperti dikutip dari South China Morning Post.

Gao dikenal dengan kritikannya kepada pemerintah. Bahkan ia pernah membuat komentar kontroversial pada ekonomi Tiongkok di masa lalu.

Dalam pidatonya tentang perang dagang AS-Cina pada Juli tahun lalu, ia mengatakan kebijakan China pada dasarnya membuka pintu ke Amerika Serikat. Ia memperingatkan bahwa warga China di bawah usia 30 tahun harus bersiap untuk kehidupan yang keras jika kenaikan tarif  tidak ditangani secara memadai.

Tetapi kemungkinan pertumbuhan turun menjadi 4 persen sejalan dengan perkiraan dari laporan Bank Dunia "Innovative China" pada September lalu, yang memperkirakan pertumbuhan antara 4 persen hingga 5,1 persen dari 2021 hingga 2030. Tergantung pada kemajuan dari reformasi yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Melihat transformasi ekonomi China dalam dekade terakhir, dalam konteks ekonomi yang sebanding dari Asia Timur, pertumbuhan China akan normal atau bahkan lebih baik. Namun, tingkat penuaan, leverage, dan investasi berada dalam posisi yang tidak nyaman, dan ini sulit untuk dipecahkan.

Lanjut Gao, transformasi ekonomi China, yang sebagian besar tercermin dalam kebangkitan sektor jasa dan penurunan sektor industri, dimulai sekitar 2010.

Ketika China memulai transisi, negara itu berada pada tingkat yang sama dengan Jepang pada 1968, Korea Selatan pada 1991 dan Taiwan pada 1987, dalam hal produk domestik bruto (PDB) per kapita.

Ketika suatu ekonomi berubah, investasi aset tetap umumnya turun. Namun dalam kasus China, prosesnya sangat lambat.

"Ini berarti bahwa penurunan tingkat investasi kami masih jauh dari selesai. Jika tingkat investasi terus menurun, pertumbuhan ekonomi akan turun lebih jauh," kata Gao.

Rasio utang terhadap PDB keseluruhan China naik 50 persen dalam dekade terakhir.

Peningkatan pesat utang China adalah karena stimulus konsisten pemerintah untuk menopang pembangunan infrastruktur dan pengembangan properti.

"Pemerintah yang kuat terus menggunakan kebijakan countercyclical untuk melindungi krisis ekonomi," kata Gao. "Dalam jangka pendek, tingkat pertumbuhan ekonomi tidak turun begitu cepat, tetapi dalam jangka panjang, itu mengumpulkan banyak risiko, melemahkan efisiensi pertumbuhan ekonomi.”

Gao berpesan, di masa depan perlu menggunakan lebih banyak kebijakan struktural daripada macroadjustment.

Laju urbanisasi China juga diremehkan, menurut Gao,  mengingat masalah penuaan Tiongkok lebih serius daripada ekonomi Asia Timur lainnya karena kebijakan satu-anak.  Selama hampir empat dekade China masih menggunakan sistem denda dan kadang-kadang memaksa aborsi.  Ini tentu sulit bagi warga lanjut usia dari daerah pedesaan untuk bermigrasi ke kota, tambah Gao.

"Jika lapangan kerja yang disediakan oleh industri sekunder dan tersier dipertahankan pada tingkat rata-rata 6 juta selama tiga tahun terakhir, proporsi lapangan kerja non-pertanian akan segera dekat dengan Jepang," kata Gao.

Gao juga memperkirakan perlambatan ekonomi China menjelang akhir 2020, terjadi akibat pengetatan kondisi kredit yang banyak mengekspos bank-bank kecil dan menengah, serta investasi real estat semakin merosot. Sementara reformasi pasar dapat membawa beberapa berita positif bagi perekonomian.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya