Berita

Kashmir/Net

Muhammad Najib

Masa Depan Kashmir Berada Pada Masyarakat Internasional

JUMAT, 22 NOVEMBER 2019 | 10:09 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

MASA depan masyarakt Kashmir berada di tangan masyarakat internasional, tentu dengan mempertimbangkan keinginan warganya.

Demikianlah kira-kira kesimpulan dari seminar internasional yang diadakan di Ankara, Turki, selama dua hari (20-21 November), dengan tema: Kashmir Turmoil: Emerging Threats and the Roe of International Community.

Ada sekitar seratus peserta yang hadir mewakili 18 negara-negara di Asia, Eropa, dan Afrika. Saya dan Sri Tunggul hadir mewakili Indonesia. Paling tidak ada 4 aspek yang dibahas dalam konferensi ini, antara lain: aspek sejarah, legal, politik, dan keamanan.

Sejak kolonial Inggris meninggalkan anak benua India tahun 1947, diikuti dengan deklarasi kermerdekaan yang kemudian melahirkan negara India dan Pakistan.

Pakistan dan India terbelah berdasarkan alasan agama. Wilayah yang mayoritas beragama Islam bergabung dengan Pakistan, sementara yang mayoritas beragama Hindu bergabung dengan India.

Pakistan kemudian pecah pada tahun 1971, dimana Pakistan Timur berubah menjadi Bangladesh. Sementara wilayah Kashmir dan Jammu tetap dalam status quo dan menjadi wilayah konflik India, Pakistan, dan China.

Sampai saat ini tiga negara ini mengendalikan wilayah Kashmir, dengan komposisi India (43 persen), Pakistan (37 persen), dan China (20 persen).

Paling tidak dua perang besar terjadi antara India dan Pakistan (pada 1947 dan 1965) terkait dengan perebutan wilayah ini. Sementara insiden militer secara sporadis di perbatasan dua negara tidak terhitung jumlahnya.

Kini wilayah ini bergejolak kembali, disebabkan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Perdana Mentri Narendra Modi yang menguasai mayoritas Parlemen, memutuskan mencabut pasal 370 dari Konstitusi India.

Perubahan ini berati mencabut otonomi dan keistimewaan wilayah Jammu dan Kashmir. Yang paling mengkhawatirkan masyarakatnya adalah terbukanya peluang perubahan demografi, karena warga India akan berduyun-duyun berimigrasi, kemudian membeli tanah dan bangunan, sehingga cepat ataupun lambat membuat warga Muslim tidak lagi menjadi mayoritas.

Kashmir dan Jammu bergabung dengan India pasca deklarasi kemerdekaan, disebabkan Maharaja Hari Singh yang berkuasa saat itu membawanya bergabung dengan India. Sementara Pakistan menganggap seharusnya wilayah ini bergabung ke Pakistan, dengan alasan mayoritas penduduknya beragama Islam.

Untuk menenangkan mayoritas penduduk Jammu dan Kashmir, pada tahun 1949, pemerinta di New Delhi kemudian membuat undang-undang yang tercantum dalam pasal 370, yang isinya memberikan status khusus pada Jammu dan Kashmir, sehingga memberikan kebebasan untuk mengurus semua hal termasuk memiliki konstitusi dan bendera sendiri.

Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah setempat untuk membuat peraturan daerah, dimana penduduk di luar Jammu dan Kashmir tidak bisa membeli tanah dan bangunan di wilayah ini. Perda ini dibuat dengan maksud untuk menjaga komposisi demografi yang ada dengan mayoritas penduduk Muslimnya.

Berkali-kali upaya dialog antara para pemimpin Pakistan dan India dilakukan, sebagai upaya untuk mencari solusi damai ternyata gagal. Karena itu, sudah waktunya masyarakat internasional ikut membantu, mengingat kekerasan yang terus berlangsung yang mengakibatkan timbulnya persoalan kemanusiaan, mulai berbagai pembatasan ketat warganya, penahanan aktifis politiknya, sampai pada terbunuhnya para penentang pemerintahan di New Delhi.

Apakah Jammu dan Kashmir nantinya akan bergabung ke Pakistan, atau ke India, atau menjadi negara sendiri yang merdeka, tidak boleh mengabaikan aspirasi dari penduduknya.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Terobosan Baru, Jaringan 6G Punya Kecepatan hingga 100 Gbps

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:05

172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah Serentak Gelar Aksi Bela Palestina Kutuk Israel

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:54

Usai Terapkan Aturan Baru, Barang Kiriman TKI yang Tertahan di Bea Cukai Bisa Diambil

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:37

MK Dalami Pemecatan 13 Panitia Pemilihan Distrik di Puncak Papua ke Bawaslu dan KPU

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:29

Tentara AS dan Pacarnya Ditahan Otoritas Rusia

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:18

Kuasa Pemohon dan Terkait Sama, Hakim Arsul: Derbi PHPU Seperti MU dan City

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:11

Duet PDIP-PSI Bisa Saja Usung Tri Risma-Grace Natalie di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:56

Bea Cukai Bantah Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:37

Pansel Belum Terbentuk, Yenti: Niat Memperkuat KPK Gak Sih?

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:35

Polri: Gembong Narkoba Fredy Pratama Kehabisan Modal

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:08

Selengkapnya