Berita

Konvoi militer Turki/Net

Dunia

Perancis-Jerman Satu Suara Tangguhkan Penjualan Senjata Ke Turki Gara-gara Kampanye Militer Ke Suriah

MINGGU, 13 OKTOBER 2019 | 08:44 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Langkah Turki untuk melancarkan kampanye militer ke Suriah pasca Amerika Serikat menarik mundur pasukannya menuai protes dari sejumlah negara, salah satunya adalah Perancis.

Pemerintah Perancis memutuskan untuk menghentikan semua penjualan senjata ke Turki. Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Perancis menilai bahwa langkah tersebut diambil karena adanya kekhawatir bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan Turki dalam tindakan militer terhadap milisi Kurdi di Suriah.

"Dengan mengharapkan berakhirnya ofensif ini, Perancis telah memutuskan untuk menangguhkan semua rencana untuk mengekspor ke senjata Turki yang dapat digunakan dalam ofensif ini," begitu bunyi pernyataan tersebut akhir pekan ini.

"Keputusan ini segera berlaku," sambung pernyataan itu, seperti dimuat Russia Today.

Penangguhan penjualan senjata terjadi ketika para menteri Uni Eropa bersiap untuk bertemu di Luxembourg minggu depan untuk merencanakan respon bersama terhadap kampanye militer Turki yang bertajuk "Operasi Damai Musim Semi" di Suriah.

Sebelumnya, Jerman telah lebih dulu melakukan langkah tersebut. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Mass mengumumkan penghentian serupa untuk ekspor senjata pada hari Sabtu (12/10).

Selain itu, Belanda dan Norwegia juga telah membekukan penjualan senjata mereka ke Turki sebagai bentuk protes.

Di sisi lain, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menegaskan bahwa kampanye militer yang dilakukan Turki hanya akan menargetkan teroris di Suriah Utara dan akan menghindari serangan terhadap warga sipil.

Namun demikian, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves le Drian dalam sebuah pernyataan bersama dengan rekan-rekannya dari Belgia, Estonia, Jerman, Polandia, dan Inggris, telah meminta Erdogan untuk menghentikan operasi militer tersebut.
"Permusuhan bersenjata yang diperbarui di timur laut akan semakin merusak stabilitas seluruh wilayah, memperburuk penderitaan warga sipil dan memicu perpindahan lebih lanjut, yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah pengungsi," begitu bunyi pernyataan bersama tersebut, seperti dimuat Russia Today.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya