AMERIKA Serikat ternyata gagal melindungi Saudi Arabia. Padahal negara yang dipimpin Raja Salman ini, telah membayar sangat mahal berbagai peralatan militer super canggih buatan Amerika.
Lebih dari itu, penanggungjawab dua tempat suci Ummat Islam ini, telah mengorbankan hargadirinya, demi untuk mendapatkan perlindungan politik maupun militer dari Gedung Putih.
Serangan yang diklaim dilakukan oleh pemberontak Houthi dari Yaman, terhadap kilang minyak mentah terbesar milik Aramco di Abqaiq dan ladang minyaknya di Khurais, menyadarkan Putra Makota yang juga penguasa defacto Saudi Arabia Muhammad bin Salman yang terkenal dengan panggilan MBS, ternyata Amerika tidak mampu melindunginya.
Apalagi jika memperhatikan senjata yang digunakan dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya. Kombinasi drone dan peluru kendali yang digunakan berhasil meluluh-lantakan sumber utama keuangan Saudi Arabia, yang mengakibatkan produksi minyaknya anjlok sampai 50 persen.
Walaupun pemberontak Houthi telah menyatakan secara terbuka bertanggungjawab terhadap serangan itu, akan tetapi baik Saudi Arabia maupun Amerika bersikeras menuduh Iran yang berada di balik serangan itu. Iran berkali-kali membantah tuduhan itu.
Seharusnya tidak perlu dipersoalkan, apakah Houthi atau Iran yang harus bertanggungjawab, karena faktanya Houthi mendapatkan dukungan politik, logistik, dan peralatan militer dari Iran. Bahkan bukan mustahil operator serangan itu dilakukan oleh orang-orang yang dilatih Iran, meskipun dilakukan dari wilayah Yaman.
Teheran tahu betul bahwa pasukan Amerika baik yang berpangkalan di kapal induk, maupun yang berada di negara-negara sekitar Iran, dilengkapi dengan peralatan yang mampu mendeteksi, dari wilayah mana sesungguhnya asal drone dan rudal yang menyerang Saudi Arabia tersebut. Belum lagi kalau kita berfikir bahwa satelit mata-mata Amerika bisa mendeteksi, setiap benda yang bergerak di permukaan bumi ini.
Akan tetapi, Perdana Mentri Irak Abdul Mahdi sesuai melakukan kunjungannya ke Riad dan bertemu Raja Salman menyatakan, bukan mustahil Israel yang berada di balik serangan yang mengguncang Riad tersebut.
Karena itu sangat menarik untuk mengikuti perkembangan di kawasan Timur Tengah saat ini, karena terbukti Tel Aviv yang paling menginginkan terjadinya perang baik antara Amerika vs Iran, atau Saudi Arabia vs Iran.
Karena itu, pasca serangan terhadap Abqaiq dan Khurais, pernyataan MBS walaupun cukup mengejutkan saat berbicara di TV CBS yang berbasis di Amerika, yang memberikan isyarat baru dalam menyelesaikan konfliknya dengan Iran, sangat melegakan dunia internasional.
Bahwa ia akan menyelesaikan masalah yang dihadapinya terhadap Iran, tidak dengan menggunakan pendekatan militer, merupakan sikap yang sangat rasional dan realistis sesuai harapan masyarakat yang cinta damai.
Walaupun sikapnya ini berbeda dengan sikap sebelumnya yang terus-menerus menerus ancaman, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan banyak pihak.
Akan tetapi, perubahan yang positif ini mendapatkan sambutan yang antusias dari Perdana Mentri Irak Abdul Mahdi, dan Perdana Mentri Pakistan Imran Khan, yang siap menjadi mediator antara MBS dan Hassan Rouhani.
Ibarat gayung bersambut, dari Teheran sudah muncul respon positif baik dari Presiden Iran Hassan Rouhani, maupun oleh Ketua Parlemen Iran Ali Larijani. Karena itu dalam waktu dekat Abdul Mahdi akan mengunjungi Teheran.
Perkembangan terakhir ini ibarat angin segar, mengingat selama ini para pemimpin di kawasan ini cendrung untuk menggunakan senjata untuk menyelesaikan persoalan, baik terkait dengan rakyatnya sendiri, maupun dengan tetangganya.
Padahal penggunaan senjata telah terbukti bukan saja tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru yang lebih pelik. Lebih dari itu, penggunaan senjata selama ini hanya meguntungkan musuh-musuh mereka.
Negara-negara muslim, jika belum bisa saling membantu, sebaiknya masing-masing fokus pada upaya memajukan negara dan bangsanya sendiri, dengan cara memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya, tanpa mengganggu atau ikut campur pada urusan negara lain.
Jika dialog antara Riad dan Teheran jadi kenyataan, maka ketegangan di kawasan Teluk akan segera mereda, termasuk perang saudara di Yaman yang sudah berlangsung sekitar 5 tahun akan mudah diselesaikan.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.