Berita

Jokowi saat pidato di sidang tahunan/Net

Politik

Jokowi Ngotot Pindahkan Ibukota Tanpa Riset, Ada Kepentingan Politik Apa?

SELASA, 27 AGUSTUS 2019 | 03:52 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pemindahan ibukota yang direncanakan Presiden Joko Widodo dianggap sebagai cara untuk memuluskan kepentingan politik bahkan dianggap sebagai oligarki ekonomi.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPES), Ubedilah Badrun. Menurutnya, banyak persoalan yang belum diselesaikan pemerintah berkaitan dengan rencana pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

Persoalan itu ialah belum adanya data riset yang dilakukan pemerintah terkait rencana pemindahan ibukota. Padahal, data riset tersebut sangat diperlukan untuk melihat baik buruknya pemindahan ibukota.

"Perpindahan ibukota itu harus berbasis pada data riset. Jadi kalau data riset tidak digunakan di dalam pemindahan Ibukota menurut saya ya seperti berjalan tanpa arah. Problemnya adalah belum ada data riset yang utuh soal pemindahan ibukota," ucap Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL di Kantor CESPES, Matraman, Jakarta Timur, Senin (26/8).

Dari segi ekonomi kata Ubedilah, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Kalimantan Timur lebih kecil dibanding Pula Jawa. Sehingga, alasan untuk meningkatkan PDB di Kalimantan tidak tepat jika solusinya memindahkan ibukota.

"Kontribusi PDB secara nasional itu kan terbesar dari Pulau Jawa hampir 58 persen dan Kalimantan memang termasuk yang kecil jauh dari Pulau Jawa. Tapi kalau solusinya ibukota menurut saya itu solusi yang keliru, karena itu tidak sistemik untuk membangun, meningkatkan angka PDB daerah itu tidak sistemik," jelasnya.

Dengan demikian, jika pemerintah memaksakan untuk memindahkan ibukota, maka pemerintah akan dianggap lebih mengutamakan kepentingan politik dibanding kepentingan rakyat Indonesia yang kini mengalami krisis ekonomi.

"Jika tetap ngotot pindahin Ibukota tanpa ada data riset itu artinya ada kepentingan politik, pragmatis, oligarki ekonomi itu memungkinkan ditafsir seperti itu. Karena itu justru bisa berbahaya buat pemerintahan itu sendiri," tegasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya