Berita

Ilustrasi kebijakan fiskal/Net

Bisnis

Dampak Perang Dagang AS-China, Indonesia Harus Cermat Dalam Mengatur Kebijakan Fiskal

SELASA, 20 AGUSTUS 2019 | 11:43 WIB | LAPORAN:

Perang Dagang yang melibatkan Amerika Serikat dengan China harus dicermati dengan serius oleh Pemerintah Indonesia. Dalam sisi moneter, pemerintah dinilai sudah cukup siap. Namun dalam sisi kebijakan fiskal dinilai masih kurang.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, perang dagang AS-China telah menyebabkan pelambatan pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini berdampak terhadap devisa ekspor yang menurun dan penarikan modal keluar dari negara-negara berkembang. Karena itulah Pemerintah Indonesia harus lebih menekankan soal kebijakan fiskal ini.

"Di masa pertumbuhan ekonomi yang lambat, dengan rasio pajak yang masih rendah, hendaknya badan fiskal memperbesar tax ratio. Tidak terlalu mengintensifkan golongan konsumen tertentu," ungkap Bobby kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/8).


Menurut Bobby, pemerintah harus sensitif dalam merespons instrumen moneter dan fiskal yang ada. Mempertahankan laju modal luar negeri agar terus berputar di Indonesia. Termasuk membuat produk lokal bisa kompetitif dan menemukan pasar alternatif.

Sebab, kata Bobby, jika pemerintah kurang merespons, akan berdampak pada tertahannya investasi lokal.

"Investasi lokal bisa tertahan dan uang yang beredar menjadi berkurang. Membuat perputaran ekonomi melambat," tambahnya.

Soal rencana Tax Amnesty jilid II dinilai Bobby bisa menjadi solusi salah satu kebijakan fiskal dalam menghadapi dampak perang dagang.

"Terobosan seperti Tax Amnesty jilid II bisa menjadi salah satu opsi inovasi kebijakan untuk saat ini," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan masih pesimis bisa mencapai kesepakatan perdagangan dengan China. "Saya belum siap untuk membuat kesepakatan," terang Trump, dilansir Reuters.

Di sisi lain, Trump juga mengisyaratkan peluang perundingan. Dengan catatan, China harus menyelesaikan protes terkait RUU Ekstradisi di Hong Kong terlebih dahulu.

"Saya pikir itu akan sangat baik untuk kesepakatan perdagangan," kata Trump.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya