Ilustrasi prajurit Taliban/net
Tiga serangan bom yang mematikan menyerang ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Kamis pagi (25/7).
Dilaporkan berbagai sumber, sedikitnya 12 orang tewas dan belasan orang lainnya terluka akibat serangan tersebut.
Bom pertama ditargetkan pada sebuah bus pengangkut karyawan, di Kabul bagian timur sekitar pukul 08.10 pagi waktu setempat. Serangan ini menyebabkan kematian lima orang dan 10 orang lainnya terluka.
Beberapa menit setelahnya, ledakan kedua terjadi merenggut tujuh orang korban jiwa dan 20 orang terluka. Sedangkan ledakan ketiga tidak menimbulkan kerugian begitu besar.
"Pertama, sebuah bom magnet meledak di sebuah minibus. Setelah itu terjadi ledakan bom bunuh diri yang berada di dekat bus, sedangkan ledakan ketiga terjadi ketika sebuah mobil meledak oleh para militan yang belum diketahui," terang Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Nasrat Rahami, dikutip
Al Jazeera. Belum ada informasi pasti mengenai dalang di balik serangan mematikan ini.
Namun, seorang yang mengaku juru bicara Taliban dikabarkan menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas salah satu serangan di Kabul itu.
Rangkaian serangan bom ini terjadi tiga hari sebelum musim kampanye untuk Pemilihan Presiden 28 September mendatang.
Jadwal Pilpres sudah mengalami dua kali penundaan demi memberikan waktu bagi perbaikan sistem pemilihan. Sedianya Pilpres dijadwalkan pada April 2019, tapi ditunda hingga 20 Juli karena alasan keamanan.
Serangan bom ini juga berlatar belakang situasi kian tegang antara Amerika Serikat dengan Taliban. Sebelumnya, Taliban mengecam keras pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang bernada ancaman "menghapus Afghanistan dari muka Bumi".
Komentar kontroversial itu disampaikan oleh Trump kala berdiskusi tentang situasi Afghanistan bersama Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, di Gedung Putih, Senin (22/7).
"Saya bisa menang perang (melawan Afghanistan) dalam seminggu. Tapi saya tidak ingin membunuh hingga 10 juta orang. Jika saya ingin menang, Afghanistan bakal terhapus dari Bumi. Saya hanya tak ingin melakukannya," kata Trump.
Selain Taiban, kecaman keras juga datang dari Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani. Ia berjanji meminta klarifikasi Donald Trump tentang pernyataan sembrono itu.
AS masih berusaha mencapai kesepakatan damai dengan Taliban Afghanistan dengan tenggat bulan September. Namun, para pengamat ragu hal itu tercapai selama pemerintah Afghanistan belum mengadakan pembicaraan langsung dengan Taliban.
AS merancang perdamaian di mana Taliban diminta bergabung dengan sesama warga Afghanistan dan Taliban memberi jaminan bahwa tanah Afghanistan tidak pernah lagi menjadi tempat persembunyian bagi teroris.