Berita

Lambang Mahkamah Agung/Net

Hukum

Putusan Hakim MA Bebaskan Syafruddin Diapresiasi

MINGGU, 14 JULI 2019 | 14:24 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) dinilai telah membawa angin segar bagi penegakan hukum tanah air.

Pasalnya, untuk kali pertama, pengadilan memutus bebas terpidana korupsi dan mengalahkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengamat keuangan dan perbankan Eko B Supriyanto memuji langkah hakim yang tidak hanya menerapkan hukum tersurat dalam mencari keadilan di kasus ini.

"Para hakim agung telah membatalkan keputusan pengadilan tingkat pertama dan banding, karena mereka tidak hanya menerapkan hukum yang tersurat, melainkan juga yang tersirat, demi mewujudkan rasa keadilan,” ujar  pendiri Infobank Institute itu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/7).

Menurunya, keputusan ini perlu diapresiasi karena hakim telah berpikiran bebas, jujur, dan merdeka dalam memutuskan. Apalagi, sambung Eko, selama ini banyak pemerhati yang ragu hakim berani memutus perkara korupsi. Sebab, umumnya hakim enggan mengambil risiko berhadapan dengan KPK.

“Kini anggapan tersebut terbantahkan,” tegasnya.

Atas putusan ini, Eko juga menilai bahwa KPK harus meninjau ulang status tersangka yang disematkan kepada pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istri Itjih Nursalim. Di mana keduanya disebut secara bersama-sama dengan Syafruddin melakukan kejahatan dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Menurutnya, kini tidak ada alasan lagi bagi KPK untuk melanjutkan kasus Sjamsul dan istri. Sebab, faktor yang menjadi dasar penetapan tersangka mereka sudah tidak aada.

“KPK kan mendasarkan pada keputusan majelis hakim tipikor bahwa Syafruddin “bersama-sama” dalam melakukan kejahatannya. Kini MA telah membatalkan keputusan tersebut sehingga tidak ada alasan lagi untuk mentersangkakan SN dan istrinya,” tegasnya.

Tidak hanya itu, berdasarkan putusan MA, disebutkan bahwa kasus ini bukan bersifat pidana, melainkan perdata. Sehingga yang berhak untuk mempermasalahkan secara perdata adalah pemerintah.

“Sedang hingga kini, pemerintah tidak mempermasalahkan hal itu,” terangnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52

Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26

Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54

Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43

Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35

PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16

Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36

PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20

Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50

Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29

Selengkapnya