Para pembicara dalam diskusi Kopi Pahit/RMOL
Satu di antara beberapa alasan mengapa anak muda sangat gampang terpapar radikalisme adalah kegandrungan mereka pada literatur-literatur jihadis ketimbang literatur Islam moderat.
Begitu pandangan analis intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, saat berbicara dalam diskusi Kopi Pahit di Rosbuck Kopi, Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur, Sabtu (6/7).
Selain Ridlwan, diskusi juga menghadirkan narasumber lain yakni pengamat sosial Muhammad Abdullah Darraz.
"Berdasarkan riset, literatur yang paling diminati oleh anak muda ialah jihadis yang dibuat Hizbut Tahrir. Sayangnya literatur moderat tidak diminati," kata Ridlwan.
Harus diakui, Hizbut Tahrir mampu menyentuh persoalan mendasar para remaja. Seperti persoalan-persoalan percintaan yang sangat umum dialami generasi milenial.
"Karena remaja galau, ketemulah literatur seperti ini, hingga akhirnya bisa masuk ke pengajian mereka (Hizbut Tahrir),†ujarnya.
Mantan wartawan ini juga menyinggung sikap dan peran Nahdatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. Menurut dia, yang terlihat dari NU hanya kebencian terhadap Hizbut Tahrir dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dianggap representasi Hizbut Tahrir di Indonesia alias HTI.
“Karena NU hanya menyampaikan kekecewaanya ketika seluruh masjid, ustaz dan dai-nya dikuasai HTI. Sekarang kenapa enggak NU tampilkan ustaz dan dai yang mampu menarik jamaah dan disukai oleh jamaah,†kritiknya.