Berita

Nelayan Tambak Lorok Semarang/Net

Publika

Dilematik Nelayan Tambak Lorok

SELASA, 02 JULI 2019 | 03:04 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

IMBAUAN pemerintah kepada nelayan agar menggunakan alat tangkap ramah lingkungan terus diembuskan, ada yang sudah mengingutinya adapula yang masih tetap bertahan dengan pendiriannya. Sejatinya mereka yang masih bertahan bukan tanpa alasan, mereka masih memiliki keraguan ketika berpindah ke lain alat tangkap. Akankah dengan bergantinya alat tangkap, keberlangsungan hidup mereka akan terjamin?

Keraguan ini biasanya dirasakan oleh kalangan nelayan kecil pantura, cara kerja mereka yang menuntut bahwa penghasilan hari ini selain untuk memenuhi kebutuhan hari ini atau besok, juga merupakan modal untuk esok hari melaut atau malah untuk membayar utang bahan bakar atau kebutuhan melaut hari ini kepada bakul. Jika merugi, maka terpaksa melakukan peminjaman lagi dan biasanya terlunasi ketika musim panen atau menjual beberapa barang-barang di rumah.

Nelayan-nelayan ini biasanya melaut rata-rata 8 jam/hari, hari Jumat biasanya mereka libur. Lingkup wilayah operasi penangkapan mereka pun sangat terbatas, perahu yang mereka miliki di bawah 10 GT, bahkan di Tambak Lorok Semarang kebanyakan di bawah 5 GT. Alhasil nelayan Tambak Lorok beroperasi tidak jauh dari pinggiran pantai, meskipun kadang karena kelangkaan ikan mereka memaksakan diri beroperasi hingga wilayah Kendal.


Selain itu, jarak dermaga yang berdekatan dengan pelabuhan Tanjungmas, membuat nelayan kadang perlu lebih waspada ketika beroperasi agar tidak bergesekan dengan kapal yang lalu-lalang kepelabuhan.

Nelayan Tambak Lorok ada yang beroperasi dini hari selepas Subuh ataupun petang selepas Maghrib. Lampu penerangan mereka seadanya, kadang keberadaan kapal-kapal batu bara yang lepas jangkar tak jauh dari dermaga cukup mengganggu. Kadang pula lampu navigasi yang berada di dekat Dam sebagai rambu-rambu acuan nelayan lampunya mati, di sinilah insting seorang nelayan teruji.

Hasil tangkapan nelayan biasanya sudah ditunggu oleh istrinya untuk dibersihkan terlebih dahulu sebelum dijual ke bakul. Antara nelayan dengan bakul memang tidak ada perjanjian yang terikat, namun rasa kepercayaan nelayan karena telah dibantu ketersediaan bahan bakar, sehingga nelayan memiliki rasa iba jika menjual ikan ke lain orang.

Namun menurut hemat kami ada yang perlu diubah, yakni dalam penentuan harga. Tidak sedikit nelayan yang hanya tahu harga ikan berdasarkan harga dari bakul, penentuan harga pun kebanyakan masih dipegang penuh oleh bakul.

Kenapa tidak melalui proses lelang di tempat pelelangan ikan? Nelayan mengeluhkan tentang beban retribusi serta pelelangan yang hanya diikuti oleh segelintir orang, sehingga malah terkesan dimonopoli. Akhirnya nelayan memilih menjual langsung ke bakul tanpa melewati proses lelang, akibatnya cukup sulit jika kita mencari data valid hasil tangkapan nelayan di Tambak Lorok.

Seiring dengan adanya pembangunan Kampung Wisata Bahari, besar harapan adanya langkah dari pemerintah untuk menata manajemen ke nelayanan di Tambak Lorok. Sehingga pembangunan infrastruktur dapat diimbangin dengan pembangunan SDM-nya.

Perlu dipertimbangkan juga pembangunan cold stronge ataupun lumbung ikan seperti halnya di bulog, dengan sistem yang lebih mudah diakses. Harapannya ketikan musim panen diaman hasil tangkapan melimpah, nelayan bisa menitipkan hasil tangkapan di lumbung tersebut agar harga di pasaran tidak turun, ataupun bisa juga dimanfaatkan bagi pedangan ketika hari mulai petang agar ia tidak terpaksa menjual ikan dengan harga murah agar barang jaulannya habis.

Ya, ini menjadi PR kita bersama untuk memulai perubahan ke arah yang lebih baik, tentu butuh proses menuju ke arah sana. Yuk, dukung nelayan dengan makan ikan setiap hari agar mereka tetap bisa melaut, jangan sampai kita kehilangan nelayan karena banyak yang beralih profesi.

Hendra Wiguna
Humas KNTI Kota Semarang

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya