Berita

Airlangga Hartarto/Net

Publika

Airlangga Hartarto Berhasil Mengantar Golkar Lolos Dari Badai Pemilu 2019

KAMIS, 27 JUNI 2019 | 13:37 WIB

PEMILU 2019, memiliki tantangan yang luar biasa. Tantangan itu datang dari fragmentasi sosial dan politik, yang membelah publik dalam pelbagai kutup ekstrem politik, yang muaranya mengarah pada Pilpres. Dalam momentum tersebut, Golkar bisa saja untung, bisa juga buntung. Semua bergantung pada kemampuan leadership dan managerial dalam mengelola dinamika partai.

Polarisasi politik mulai membias berdasarkan penafsiran bebas publik terhadap dinamika politik, antara yang pro Pancasila dan sebaliknya, demikianpun yang pro umat dan sebaliknya serta berbagai pembelahan lainnya. Fragmentasi demikian, merangsak ke dalam ceruk kehidupan sosial dan mengkonstruksi  cara pandang publik terhadap partai pendukung Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi.

Diskursus publik terkait pembelahan-pembelahan demikian, juga mengisi ruang-ruang diskursus, baik sosmed maupun media mainstream. Bahkan diskursus terkait Jokowi vs Prabowo; berikut wacana turunannya dalam langgam politik aliran ataupun friksi-friksi ideologis di baliknya juga mengental.


Tak dipungkiri, bahwa preferensi agama dan turunannya, masih menjadi faktor penting dalam Pileg dan Pilpres 2019. Jargon-jargon bela umat dan bela bangsa, adalah bagian dari anasir-anasir yang terjadi secara faktual di lapangan. Tentu kondisi demikian, menjadi tantangan tersendiri, bagi partai-partai yang dianggap berbeda secara diametral.

Partai-partai sosialis, nasionalis dan yang inklusif berbasis agama di balik Jokowi-Maruf dipandang sebagai sekuler dan anti umat, di sisi yang lain, partai-partai di balik Prabowo-Sandi, dipandang sebagai paling pro umat dan pro khilafah. Blok-blok sistem negatif demikian, menyapu rata diskursus politik di Pemilu 2019. Hal ini tak bisa dipungkiri.

Sebagai partai pendukung petahana, Golkar berada di tengah-tengah polarisasi-polarisasi demikian. Dan kondisi ini, membutuhkan suatu leadership dan daya lentur politik yang kuat agar tidak terperangkap dalam justifikasi publik terhadap parpol pendukung Pilpres yang berseteru dalam diskursus-duskursus dikotomik dimaksud.

Tak kalah berat dari tantang dikotomi-dikotomi ideologis, adalah kritikan terhadap perbagai kinerja pemerintah, termasuk soal ekonomi. Mulai dari target pertumbuhan ekonomi yang belum tercapai, soal defisit APBN, soal hutang dan terkait defisit transaksi berjalan. Kendatipun kita tahu, ketaktercapaian-ketercapaian eknomi, tak terlepas dari perlambatan ekonomi global juga dampak trade war antara Amerika dan China. Indonesia sebagai mata rantai perekonomian Asia, tentu rentan terhadap perang dagang.

Kendatipun demikian, sebagai partai pendukung pemerintah, kritik dan politisasi terkait ekonomi pasti menyasar ke Golkar sebagai partai penyokong pemerintah. Bahkan kritik demi kritik tersebut mengemuka dan menjadi bagian penting dari preferensi politik terhadap parpol di Pemilu 2019. Golkar berada dalam arus pergulatan tersebut.

Lagi-lagi, kondisi demikian adalah bagian penting dari dialektika Partai Golkar. Menghadapi kondisi yang demikian rumit dan alot, membutuhkan leadership dan kemampuan managerial, untuk mengelola partai. Terutama menghadapi dan berdialektika dalam arus dikotomi ideologis, yang meletakkan Golkar sebagai bagian tarik-menarik antara yang bela umat dan sebaliknya. Demikianpun memberikan keyakinan politik pada publik melalui berbagai diskursus dan opini terkait capaian kinerja pemerintah dan tantangannya.

Menembus Badai

Kondisi-kondisi sebagaimana yang digambarkan, mampu dilewati Golkar secara baik dengan perolehan suara yang signifikan di Pemilu 2019. Setidaknya, Partai Golkar, mampu keluar dengan mulus, dari berbagai polarisasi politik dan dikotomi ideologis yang menghantam bertubi-tubi. Setidak-tidaknya Golkar tidak terperosok menjadi partai middle class.

Bertengger di posisi kedua pada Pemilu 2019 setelah PDIP, adalah capaian yang mumpuni, setelah Golkar melewati badai internal yang menggerus energi partai. Harus diapresiasi, kepemimpinan Airlangga Hartarto mampu membawa partai keluar dari ancaman degradasi, setelah berlarut-larut didera konflik internal.

Kepemimpinan Golkar di bawa Airlangga Hartarto, sesungguhnya menghadapi dua tantangan berat, dimana ia harus mendinamisir partai pasca konflik internal dan mempersiapkan partai menghadapi pemilu serentak. Dalam rentang waktu yang berdekatan itu, ia mampu mengkonsolidasi partai dengan baik dan berhasil melewati Pemilu 2019 dengan capaian yang maksimal.

Sebagai kader semestinya kita berkaca pada partai-partai lain, yang justru jatuh terkusruk di Pemilu 2019 setelah didera konflik internal. Demikian juga tergerus oleh polarisasi politik dan dikotomi ideologis yang menghantam basis politiknya. Setidak-tidaknya, pada Pemilu 2019, Golkar di bawah pimpinan Airlangga Hartarto mampu membuktikan jati diri sebagai pertai inklusif. Bersikap nasionalis tapi mampu merawat sikap keumatan dan kebangsaannya. Hal itulah yang membuat suara Golkar tak mudah tergerus di basis-basis yang dianggap rentan dari sisi dikotomi ideologis.

Golkar Pasca Pilpres

Setelah keluar dari berbagai tantangan, Golkar idealnya tak lagi menjadi partai yang getas, mudah goyah akibat getaran-getaran ringan di sekitarnya. Dengan capaian di Pemilu 2019, Golkar semestinya merelaksasi dirinya untuk konsolidasi, serta menaikkan skill dan level politiknya pasca Pemilu 2019. Bukan sebaliknya, menjadi disharmoni, goyah oleh getaran-getaran ringan internal, yang justru menggerus bergaining dan menurunkan levelitas politik Golkar di kancah perpolitikan nasional.

Setidaknya, partai ini bisa kembali belajar pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, bahwa badai internal, justru menggerus levelitas dan bergaining partai. Keberhasilan melewati Pemilu 2019 dengan capaian yang mumpuni, adalah momentum bagi Golkar, agar bisa mengkonsolidasikan dirinya; agar kembali ke posisi dan capain sebelumnya sebagai penyokong utama demokrasi, pemerintahan dan pembangunan. Wallahu'alam.

Abdul Hafid Abusalim Baso
Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya