Berita

Sjamsul Nursalim/Net

Hukum

Jangan Hanya Sjamsul Nursalim, Semua Penikmat BLBI Harus Diproses Hukum!

SELASA, 11 JUNI 2019 | 09:20 WIB | LAPORAN:

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan pemilik PT Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim (SN) bersama istrinya,  Itjih Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI).

"Penanganan kasus ini harus jadi pintu masuk untuk membuka kembali para pengguna BLBI, baik bank-nya ditutup atau direkap atau di-take over pemerintah," tegas President Director Center for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri kepada redaksi, Selasa (11/6).

Termasuk, lanjut Deni, pengguna BLBI yang menyelesaikan dengan skema Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA), MRNI atau APU.


KPK mestinya tidak hanya berhenti pada SN dan istrinya. Semua pengguna BLBI harus diselidiki ulang secara transparan.

"Seperti Antony Salim, Eka Cipta, Usman Wijaya dan lain-lain. Jangan sampai terkesan KPK beraninya hanya dengan SN dan istrinya," ujarnya.

Deni menekankan, penangkapan ini jangan sampai terkesan ada pesanan khusus dari pihak lain.

Sebab, merujuk audit BPK menunjukkan 90 persen dana BLBI disalahgunakan oleh semua bank penikmat BLBI saat itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, kasus ini bermula saat BPPN dan Sjamsul menandatangani penyelesaian pengambilalihan pengelolaan BDNI melalui MSAA pada 21 September 1998.

Dalam MSAA tersebut disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai ataupun berupa penyerahan aset.

Secara total, kewajiban Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI adalah Rp 47,258 triliun. Kewajiban tersebut dikurangi dengan aset sejumlah Rp 18,85 triliun, termasuk di antaranya pinjaman kepada petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun.

Aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan SJN seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah.

"Namun, setelah dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi," kata Syarif.

KPK menjerat SN dan istrinya dengan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP 10.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya