Berita

Foto: Ne

Bisnis

Pungutan Dana Sawit Kembali Hancurkan Harga TBS Di Petani Sawit

MINGGU, 09 JUNI 2019 | 04:15 WIB | LAPORAN:

Penerapan Pungutan Dana Sawit kembali menurunkan harga Tandan Buah Segar (TBS) di kalangan petani sawit.

Padahal sebelumnya, menurut Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto, pencabutan pungutan sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) terhadap Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang dikeluarkan oleh Kemenko Perekonomian sudah sejalan dengan permintaan petani sawit.

“Sekarang, pungutan yang dilakukan oleh BPDP Sawit  diberlakukan lagi. Ini mengakibatkan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani turun,” tutur Darto di Jakarta.

Darto berpendapat, pungutan ekspor sebesar 50 dolar AS per ton tidak perlu dilakukan jika harga rata-rata CPO sekitar 500 dolar AS per ton.

“Karena kondisi seperti ini akan mengakibatkan harga CPO lokal akan turun, di mana kita tahu bersama kalau harga CPO lokal ini menjadi komponen dalam penentuan harga TBS di tingkat petani," jelasnya.

Hitungan SPKS, papar Darto, ada penurunan harga TBS sekitar Rp 100 per kilogram (kg) hingga Rp 300 per kg pada setiap pungutan sawit yang dilakukan oleh BPDP Sawit.

Pada tanggal 26 November 2018 pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mencabut pungutan CPO oleh BPDP Sawit. Alasannya harga CPO yang terus menurun hingga harga 410 dolar AS per ton pada November 2018.

Pungutan akan diberlakukan kembali jika harga CPO sudah di level 550 dolar amerika per ton. Kebijakan pemerintah ini diapresiasi dan didukung oleh stakeholders sawit di Indonesia.

Kalangan industri juga dinilai akan menaikkan harga CPO di tingkat internasional.

"Dan petani sawit yang dinilai akan menaikkan harga TBS sawit di tingkat petani sawit,” ujarnya.

Setelah pencabutan pungutan dana sawit diberlakukan, harga CPO lokal dan TBS sawit petani di berbagai daerah mengalami kenaikan.

Dari data yang dikumpulkan SPKS, dengan mengambil tiga provinsi daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, ada perubahan harga CPO lokal antara Rp 1.000 per kg sampai Rp 1.500 per kg.

Sumatera Utara, misalnya, periode 1 Desember-12 Desember 2019 harga TBS Rp 5.822,56 per kg naik menjadi mencapai rata-rata Rp 6.088,80 per kg periode 12 Desember-18 Desember 2018.

Sementara untuk Riau, periode 21 November-27 November 2018 dari harga rata-rata CPO Rp 5.629,80 per kg menjadi Rp 6.347,11 per kilogram pada periode 26 Desember 2018 sampai dengan 8 Januari 2019.

Kalimantan Barat periode 1 Desember-18 Desember 2018, harga rata-rata CPO Rp 4.968,93 per kg menjadi Rp 5.470,75 per kg periode 18 Desember 2018 sampai dengan Januari 2019.

Dengan kembali diberlakukan pungutan sawit jelas dinilainya bertentangan dengan semangat pemerintah untuk memperbaiki harga TBS di tingkat petani. Pasalnya, harga CPO masih di bawah 550 dolar AS per ton.

"Kalau ini akan diberlakukan maka akan sangat memberatkan dan merugikan petani sawit, harga akan turun kembali," tegas Darto.

Untuk kondisi ini, SPKS merekomendasikan pungutan sawit oleh BPDP Sawit yang semula 50 dolar AS per ton harus diturunkan menjadi 25 dolar AS per ton dengan alasan agar tidak terlalu membebani petani sawit.

Di samping itu harus dibuat regulasi pelibatan petani dalam rantai suplay biodiesel. Sebab faktanya semenjak diberlakukan biodiesel belum ada dampak yang nyata bagi petani sawit.

"Padahal biodiesel ini berjalan karena ada subsidi dari pungutan sawit BPDP Sawit yang dananya juga bersumber dari petani," terang Darto.

Dia juga meminta pemerintah perlu segera merevisi aturan pedoman-pedoman peremajaan tanaman kelapa sawit yang memberatkan petani sawit.

Pemerintah juga harus memperbesar Alokasi Penyaluran Dana BPDPKS kepada petani dan tidak hanya pada replanting. Sebab, alokasi dana BPDPKS tahun 2018 lebih banyak untuk kepentingan biodiesel sebesar 70 persen dan 22 persen untuk replanting.

“Sementara untuk Riset, Pengembangan SDM hanya 2 persen dari dana yang sudah dikumpulkan dari pungutan," urai Darto.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya