Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Pejabat, Think Beyond Dan Kebijakan Publik

SENIN, 03 JUNI 2019 | 07:31 WIB

THINK Beyond! Hal itu berpikir melampaui kerangka, atau dalam bahasa umum kita kerap dengan Think Out of The Box. Pola berpikir dengan keluar dari alur kebiasaan kerap menghasilkan format solusi baru.

Tentu prasyaratnya harus dipenuhi, untuk menjadikan metode berpikir diluar kotak atau bahkan tanpa sekat kotak bisa menjadi terobosan solusi.

Salah satu persoalan yang muncul bersamaan dengan periode mudik kali ini, adalah tentang melambungnya harga tiket pesawat. Perubahan moda transportasi terjadi. Terlebih beberapa ruas infrastruktur jalan bebas hambatan sudah terhubung.


Berulang kali model penyelesaian atas persoalan tiket maskapai udara ini dilakukan, mulai dari identifikasi beban avtur, diskon batas atas tiket, hingga usulan tentang kemungkinan kehadiran operator pesaing asing agar dapat memecahkan dominasi dua pemain utama yakni Garuda dan Lion.

Runtutan Proses Think Beyond


Problemnya, Think Beyond berorientasi pada pengambilan keputusan yang memiliki dampak signifikan atas permasalahan yang dihadapi. Aspek decision making harus terkait dengan kemampuan identification problems -pemahaman masalah.

Dalam kasus yang kompleks, faktor-faktor persoalan bertalian, memiliki keterkaitan, bahkan bisa jadi saling mempengaruhi. Pasca pemetaan masalah, dibutuhkan kemampuan kreatif, agar dapat memunculkan berbagai alternatif solusi, yang mungkin dapat menjawab persoalan.

Tentu kita berhadapan dengan keterbatasan dalam mengatasi sebuah persoalan. Limitasi waktu, tenaga dan berbagai sumberdaya lainnya membuat pengambil keputusan harus memiliki kecakapan dalam menempatkan prioritas dari daftar urutan solusi.

Mulai dari solusi yang mungkin hingga yang nampak sulit dilaksanakan, atau atas format penyelesaian yang membutuhkan sumberdaya minimal, hingga memerlukan sumberdaya secara maksimal.

Dalam pengambilan keputusan, meski semua hal menjadi mungkin, tetapi ada dua hal yang menjadi penting, (a) rasionalitas -batasan akal, dan (b) logika -batasan pengetahuan, keduanya menjadi dasar bernalar dan mensintesis berbagai informasi. Pada tahap penghujung terkait dengan (c) etika -batas moralitas dan tanggung jawab.

Menjawab Problematika Publik

Keberadaan sebuah pemerintahan tentu guna memastikan terjawabnya persoalan publik, dirumuskan menjadi kebijakan publik. Maka dengan begitu, kita seringkali melihat berbagai jawaban yang nampak Out of the Box, namun penuh ambigu bahkan nampak komplikasi dengan persoalan yang dihadapi.

Semisal, ketika harga daging naik, didorong alternatif konsumsi keong sawah. Atau, saat harga cabai tinggi, masyarakat diminta untuk menanam sendiri. Termasuk, ketika tarif tol disebut mahal, sebaiknya tidak masuk jalur tol. Bahkan dengan sedikit kelakar, bila harga listrik mahal, cabut meteran. Begitu juga saat defisit BPJS Kesehatan terjadi, solusinya menjaga kesehatan.

Tentu model argumentasi diatas, bisa jadi sebuah jawaban yang nampak masuk akal, tetapi ada cacat etika, karena tidak hadirnya empati kepada publik yang benar-benar berharap penyelesaian persoalan tersebut. Padahal pejabat publik diangkat sebagai penyelenggara bagi kebutuhan publik itu sendiri.

Dalam logika publik, ketika harga tiket pesawat naik, maka secara otomatis terjadi shifting moda transportasi. Tidak perlu menunggu jawaban para pemangku keputusan untuk berbicara dimuka umum, jika sebaiknya jangan naik pesawat, kalau tidak mau dapat harga tiket mahal.

Menyoal Tarif Pesawat Mahal

Secara pribadi, tarif mahal maskapai udara harus dilihat dalam konteks pengguna. Konsumen pesawat udara pernah sangat menikmati tarif murah, everyone can fly. Padahal sebelumnya, tiket pesawat sangatlah mahal, tentu saja dalam kaidah ekonomi hal tersebut berkaitan dengan tawaran produk yang hemat waktu, dan kenyamanan layanan.

Industri penerbangan memang mahal. Pembangunan bandaranya mahal, pembelian pesawatnya menggunakan nilai dollar, bahan bakarnya terkonversi dengan nilai tukar valuta asing, sementara pemasukan penjualan tiket dalam rupiah. Jelas ada potensi risiko, selisih nilai tukar di semua lini. Siasat bisnisnya jelas pada penetapan pricing -tarif.

Alternatif model transportasi selain udara, ada pilihan lain berupa jalur darat dan laut. Dengan format negara kepulauan, pilihan moda transportasi tentu diserahkan kepada publik, dengan konsekuensi implikatif. Jalur darat melelahkan, tetapi harga bisa lebih murah.

Sementara jalur laut, mampu mencapai daerah-daerah remote. Sedangkan jalur udara menawarkan aspek praktis dalam waktu tempuh, berkorelasi dengan biaya yang dibutuhkan. Aspek supply and demand jadi pemicunya, dan invisible hand alias market akan membangun kesetimbangan alamiah. Pelaku bisnis pasti membentuk action plan marketing and operational, dalam menciptakan supply and demand sesuai dengan target yang diharapkan.

Dengan memahami model tersebut, jenis transportasi udara, merupakan salah satu alternatif dalam menjawab mobilitas manusia. Pemangku kebijakan harus memahami cara berpikirnya. Intervensi diperlukan manakala ada kemampuan untuk melakukan reservasi non komersial, alias kewajiban PSO -public service obligation melalui mekanisme subsidi negara.

Terkait dengan potensi masuknya pesaing asing dalam kerangka kompetisi guna menghadirkan efisiensi dan menurunkan tiket? Tentu tidak selinier itu. Pertanyaan terbesarnya, siapa yang bisa menjamin hal itu bisa terjadi? Perang tarif pada banyak kasus bisnis justru mematikan persaingan, dan menghasilkan monopoli baru. Apalagi jika semua hal nantinya diselesaikan dengan template yang sama.

Pejabat publik perlu memahami Think Beyond sebagai antitesis Think as Usually.

Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya