Berita

Muhammad Najib

Arah Perseteruan Amerika vs Iran

JUMAT, 24 MEI 2019 | 21:51 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

BAIK dari Washington maupun Teheran, muncul berbagai isyarat bahwa Amerika maupun Iran tidak akan mengambil inisiatif memulai perang, dan kedua negara menyatakan tidak ingin berperang. Presiden Amerika Donald Trump selalu mengulang-ulang kalimat, bahwa dirinya menanti kesediaan berunding Presiden Iran Hassan Rouhani.

Sayangnya Trump selalu menggunakan kalimat yang narasinya  mendikte, dan keinginannya untuk melucuti kemampuan militer Iran, baik terkait senjata nuklir, rudal, dan senjata andalan lainnya. Lebih dari itu, Amerika juga bermaksud untuk memutus hubungan Iran dengan berbagai milisi bersenjata di kawasan Timur Tengah, yang dianggap mengganggu Israel dan sekutu-sekutu Arabnya.

Bagi Amerika menyerang Iran saat ini terlalu besar resikonya, mengingat soliditas pemerintahan di Teheran saat ini. Lebih dari itu, kemampuan militer Iran walaupun masih jauh berada di bawah Amerika, akan tetapi dibanding negara Arab tetangganya, termasuk Israel, maka Iran memiliki banyak keunggulan. Saat ini, Iran juga didukung tentara yang memiliki militansi tinggi, ditambah dukungan milisia-milisia bersenjata di sejumlah negara yang bisa menyerang Amerika setiap saat dengan berbagai cara.

Sementara itu, bagi Iran tidak ada untungnya melibatkan diri dalam perang besar melawan Amerika. Ekonominya yang sulit, ditambah dengan kehadiran tentara Amerika secara besar-besaran yang membatasi ruang geraknya. Akan tetapi, Teheran juga tidak mungkin untuk tunduk dengan tekanan seperti ini, mengingat martabat bangsanya dan masa depan negaranya baik terkait ekonomi, politik, maupun militer. Amerika menawarkan perundingan sambil menodongkan senjata, demikian ibarat yang diberikan Teheran menggambarkan situasi saat ini.

Berdadarkan fakta-fakta ini, mulai terlihat kombinasi langkah militer, politik, dan ekonomi yang dilakukan Amerika untuk melumpuhkan Iran. Secara militer, tentara Amerika diarahkan untuk mengepung Iran dari segala penjuru, termasuk darat, laut, dan udara untuk memaksa Teheran tunduk dengan kemauan Washington.

Jika Teheran tidak mau tunduk,  maka Iran dipastikan tidak akan bisa mengekspor minyaknya walau setetes. Padahal 60 persen, roda ekonomi negara ini digerakkan oleh pendapatan dari menjual minyak. Tanpa pendapatan dari hasil minyak, dipastikan ekonomi Iran akan semakin terpuruk.

Strategi melumpuhkan seperti ini, pernah digunakan Amerika, saat melumpuhkan Irak di bawah Saddam Husein.

Cara seperti ini, juga sekaligus mengurangi atau melumpuhkan sama sekali, milisia milisia-milisia bersenjata pro Teheran seperti Hammas dan Jihad di Palestina, Hisbullah di Lebanon dan Suriah, Houthi di Yaman, dan milisia lain yang bergerak di Irak, Suriah, dan Afghanistan.

Strategi semacam ini memerlukan indurensi. Berapa lama Amerika dapat melakukannya, mengingat biayanya sangat mahal ? Pasti Washington tidak mungkin menanggungnya sendiri. Lalu berapa besar konstribusi negara-negara Arab kaya di Teluk yang menjadi sekutu Amerika, seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman ? Tidak mudah diketahui, mengingat informasi terkait masalah ini, merupakan bagian dari rahasia yang perlu dijaga, agar lawan tidak bisa menjadikannya sebagai senjata dalam perang opini.

Untuk mendukung langkah-langkah militernya, disamping pasukannya yang ada dan telah beroperasi di sekitar wilayah Iran saat ini, Washington mengisyaratkan akan menambah sekitar 10 ribu lagi pasukan daratnya. Dimana pasukan tambahan ini akan ditempatkan, belum dijelaskan dan mungkin saja dirahasiakan.

Kita tunggu bagaimana Iran mengatasi tekanan ini. Apakah Teheran memiliki strategi dan taktik jitu. Atau apakah rakyat Iran memiliki daya tahan menghadapi kesulitan ekonomi, kemiskinan, dan bukan mustahil kelaparan. Jika mereka tidak memiliki daya tahan, maka nasibnya akan sama dengan Irak di bawah Saddam Husein.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Prabowo Sidak Dapur MBG di Bogor, Sampai Pakai Masker dan Penutup Kepala

Senin, 10 Februari 2025 | 13:40

Iran Lawan Pertama Indonesia di Piala Asia U-20 2025, Ini Jadwal Lengkapnya

Senin, 10 Februari 2025 | 13:33

Menteri Bahlil Siapkan Kepmen Wajibkan Eksportir Batubara Gunakan HBA

Senin, 10 Februari 2025 | 13:25

Investor Pasar Modal Tembus 15 Juta SID di Awal 2025

Senin, 10 Februari 2025 | 13:20

Tembok Kekuasaan Sudah Runtuh, Saatnya Jokowi Diadili

Senin, 10 Februari 2025 | 13:18

Geruduk Kantor Gubernur Sulteng, Massa Minta Operasional PT CPM Dihentikan

Senin, 10 Februari 2025 | 13:13

Pertamina dan Insan Pers Dukung Kemandirian Bangsa

Senin, 10 Februari 2025 | 13:08

Catat, Ini 3 Jenis Mobil Hybrid yang Dapat Insentif Pemerintah

Senin, 10 Februari 2025 | 13:07

Menguji Arah Ideologis Presiden Prabowo

Senin, 10 Februari 2025 | 13:03

Arne Slot Tak Menyesal Liverpool Tersingkir dari Piala FA

Senin, 10 Februari 2025 | 12:52

Selengkapnya