Nur Hidayati dan Ode Rahman/Walhi
Presiden Jokowi dalam pembukaan Rapat Terbatas “Percepatan Penyelesaian Masalah Pertanahan†pada Jumat (3/5) pekan lalu, memberikan arahan tegas kepada para menterinya untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada rakyat dalam kondisi konflik agraria yang terjadi.
Presiden bahkan secara tegas meminta untuk mencabut seluruh konsesi perusahaan swasta atau BUMN apabila pemegang hak konsesi mempersulit upaya percepatan pemulihan hak rakyat dalam konflik yang terjadi.
Berdasarkan catatan Walhi, pernyataan presiden tersebut bukan yang pertama kalinya merespon situasi konflik agraria dan sumber daya alam.
Hal seperti ini telah disampaikan Presiden dalam Janji Politik Nawa Cita Jilid I hingga adanya penerbitan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria (Perpres RA).
"Sayangnya, pada Rapat Terbatas pekan lalu, Presiden kembali terjebak dengan memberikan apresiasi kepada Menteri Sofyan yang mencatatkan diri sebagai menteri yang paling gagal dalam mendorong penyelesaian konflik agraria," Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati dalam siaran pers, Senin (6/5).
Hal ini bisa dilihat dari keengganan Kementerian ATR/BPN untuk menerbitkan paket regulasi penyelesaian konflik sebagaimana diamanatkan oleh Perpres Nomor 79/ 2017 tentang RKP 2018 dan Perpres RA.
Lebih buruk, dalam catatan Walhi, Kementerian ATR/BPN juga enggan tunduk pada Putusan MA untuk membuka tranparansi data HGU, sehingga menghambat identifikasi tumpang tindih wilayah kelola rakyat dengan lokasi HGU bermasalah.
Nur mewanti-wanti, jangan sampai pernyataan Prsiden Jumat pekan lalu sekadar mewarnai pemberitaan media belaka, tetapi harus menjadi kebijakan dan tindakan konkrit.
Hingga 2018, WALHI mencatat terdapat 555 konflik/kasus agraria dan sumber daya alam yang dilaporkan kepada KSP.
"Sektor perkebunan dan kehutanan merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan," jelasnya.
Posisi puncak laporan di sektor perkebunan, terang Nur, tidak terlepas dari ketiadaan paket regulasi untuk penyelesaian konflik di sektor ini dan diperparah Kementerian ATR/BPN sebagai regulator dan penerbit izin yang cenderung lebih tertutup dibandingkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain tidak tunduk pada dua amanat Perpres, Kementerian yang dipimpin Sofyan Djalil ini malah memilih melakukan Nota Kesepahaman dengan kepolisian dan kejaksaan guna menangani konflik agraria yang terjadi.
"Pilihan kebijakan ini tidak diambil berdasarkan kondisi faktual yang memperlihatkan sebagian besar konflik agraria menggunakan kekuatan oknum-oknum penegak hukum, khususnya kepolisian guna membungkam perlawanan rakyat untuk mempertahankan tanah, hutan, laut dan sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupannya," tegasnya.
Koordinator Kampanye Walhi, Ode Rahman mengatakan, memperhatikan luasan konflik dan sumber daya alam, Presiden Jokowi sepatutnya turun secara langsung mengakselerasi proses penyelesaian konflik yang berujung pada pemulihan hak rakyat dan keberlanjutan lingkungan hidup.
“Apabila Presiden tidak mau melihat rakyat mengalami kejadian penggusuran seperti yang dialaminya pada masa lalu, maka ia harus memimpin secara langsung perjuangan penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi di Indonesia. Terlebih kondisi ini sudah terjadi dari masa ke masa pemerintahan, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka,†ujarnya.
Walhi juga mendorong pembentukan kelembagaan khusus reforma agraria yang posisinya setingkat kementerian dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Di samping itu juga menerbitkan Peraturan Pemerintah atau paling tidak Peraturan Presiden yang secara teknis mengatur mengenai dorongan evaluasi perizinan industri ekstratif berdasarkan persoalan konflik agraria dan sumber daya alam.
"Para menteri dalam Kabinet Kerja yang terlibat dalam konflik agraria dan sumber daya alam harus diganti," tegas Nur.
Tak hanya itu, presiden harus memerintahkan kepada K/L evaluasi perizinan industri eksraktif secara menyeluruh berdasarkan persoalan konflik agraria dan sumber daya alam.
Perusahaan-perusahaan yang tidak menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam yang berada di areal konsesinya harus diberi sanksi administratif berupa pencabutan izin secara keseluruhan.
Terakhir rekomendasi Walhi untuk Presiden, yakni memerintahkan Polri, KLHK dan kejaksaan untuk menghentikan proses penegakan hukum terhadap rakyat akibat konflik agraria dan sumber daya alam.